apahabar.com, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej, mengungkapkan meski pihaknya sudah melakukan sosialisasi sebanyak 12 kali di 12 kota berbeda pada 2021, aktivitas sosialisasi yang dilakukan dinilainya masih belum maksimal.
Dia beralasan, sosialisasi yang belum maksimal tersebut dikarenakan oleh Indonesia yang dimulai dari Sabang sampai Merauke memiliki wilayah geografis yang luas. Selain itu, kendala lainnya adalah jumlah penduduk Indonesia yang dinilainya tidak sedikit.
“Ini dirasa masih kurang cukup, sehingga instruksi Presiden pada rapat terbatas pada 2 Agustus 2022 menginstruksikan sosialisasi RUU KUHP ini harus dilakukan secara masif,” ucap melalui siaran daring, Senin (29/8).
Bahkan Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan kepada jajaran pemerintah untuk mensosialisasikan RUU KUHP agar tidak hanya dibebankan kepada Kemenkumham saja. Namun, juga melibatkan kementerian dan lembaga terkait.
Beberapa kementerian dan lembaga terkait yang dimaksud seperti Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Badan Intelijen Negara, Mabes Polri, Kejaksaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Agama, Staf Khusus Presiden, dan Kepala Staf Kepresidenan.
Edward mengatakan pada tahun 2022 ini, pemerintah akan melakukan sosialisasi RUU KUHP di lebih dari 11 kota di Indonesia. Bukan hanya sosialisasi, ia juga mengatakan akan menerima masukan dari masyarakat dengan melakukan strategi dialog publik dalam rangka melibatkan masyarakat dalam pembentukan RUU KUHP.
"Sebagai contoh pada hari Rabu tanggal 24 Agustus kemarin ada acara yang kemudian diinisiasi oleh senat mahasiswa Indonesia itu kami diundang, lalu kemudian ada beberapa perguruan tinggi termasuk ada ormas-ormas juga yang melakukan dialog publik dan kami diundang jadi tidak hanya semata 11 kota," kata Edward.
Lebih lanjut, Edward mengatakan sosialisasi yang terorganisir oleh 9 kementerian dan lembaga tercermin dari keinginan presiden bahwa partisipasi publik sangat dibutuhkan dalam pembentukan RUU KUHP.
"Kita mensosialisasikan 37 bab dan 632. Pasal itu tentu bukan hal yang mudah untuk sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, saya boleh mengistilahkan dialog publik ini terbuka tapi terbatas terbuka kita menerima masukan dari mana pun terbatas ini kita fokus pada 14 isu krusial," pungkasnya.
Reporter: Resti