bakabar.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai dengan Nationally Determined Contributions/ NDC pada tahun 2030 sebesar 29% sesuai business as usual (BaU) dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan Internasional. Tahun 2030, pemerintah menargetkan segera melakukan tarnsformasi energi terbarukan 60% dan zero emission di tahun 2040.
Terkait target pemerintah tersebut, Walhi Indonesia pesimistis dapat tercapai, jika melihat arah pembangunan pembangkit listrik saat ini. Maraknya penggunaan PLTU Captive batu bara justru berpotensi mengarah pada hal sebaliknya.
"Melihat perkembangan dari pembangunan pembangkit listrik yang ada di Indonesia, tidak menunjukkan tanda-tanda adanya penurunan maupun transformasi menuju energi terbarukan," ujar Fanny Tri Jambore Christanto alias Rere, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional dalam diskusi Operasi PLTU Captive Merusak Ekologi dan Kehidupan Rakyat Äi Pulau Sulawesi secara virtual, Senin (12/6).
Baca Juga: Rusak Lingkungan, Walhi Sulteng Serukan Penghentian PLTU Captive
Saat ini 80% pembangkit listrik di Indonesia masih berbasis energi fosil. Dari jumlah itu, sebanyak 60%nya berasal dari penggunaan batu bara yang ditengarai berdampak buruk terhadap lingkungan.
"Kalau menghitung energi fosil meskipun pemerintah kemudian mendorong pensiun di beberapa PLTU, ternyata masih banyak PLTU yang sekarang masih dalam dalam rencana pembangunan, jadi itu sangat menghambat transisi menuju energi terbarukan," ujarnya.
Di sisi lain, Presiden Jokowi telah mengeluarkan keputusan untuk tidak lagi melanjutkan pembangunan PLTU. Hanya saja, keputusan tersebut masih mengakomodir dan memberikan keleluasaan terhadap pembangunan PLTU dalam jumlah terbatas di Indonesia.
Baca Juga: Jokowi Izinkan Pasir Laut Diekspor, WALHI: Balik ke Zaman yang Hancur
"Meskipun ada sekitar 9 gigawatt (GW) yang hendak diturunkan, tapi secara total masih ada rencana sekitar 13 GW yang direncanakan untuk dibangun. Ini tentu saja tidak sesuai dengan rancangan upaya untuk mereduksi karbon," ujar Rere.
Adapun dampak dari pengoperasian PLTU berbasis batu bara selama ini, sangat dirasakan oleh masyarakat. Warga yang tinggal di sekitar PLTU mengeluhkan terjadinya polusi udara, limbah, hingga munculnya penyakit terkait pernafasan. Semua itu secara ibarat membuat mati warga, secara pelan-pelan.
"Operasi PLTU itu sudah menunjukkan dampak luar biasa," pungkas Rere.