Konflik Rempang

[VIDEO] 7 Temuan NCW di Konflik Rempang

NCW mengungkapkan hasil penyelidikan terkait karut marut relokasi lahan masyarakat Pulau Rempang adanya indikasi korupsi pada PSN Rempang Eco-City.

bakabar.com, JAKARTA - Nasional Corruption Watch (NCW) mengungkapkan hasil penyelidikan dan pengumpulan data informasi terkait karut marut relokasi lahan masyarakat Pulau Rempang dan adanya indikasi korupsi dan pengaturan nilai investasi guna menguntungkan beberapa pihak pada Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.

Ketua DPP NCW, Hanifa Sutrisna menemukan bahwa setidaknya terdapat 7 temuan dalam polemik Rempang Eco-City.

Temuan pertama, terkait rekam jejak kegagalan Xinyi melanjutkan komitmen investasi di Gresik dan Bangka Selatan.

Baca Juga: Relokasi Warga Rempang Ditanggung PUPR

Kedua, NCW menyoroti studi AMDAL Proyek Eco City Rempang yang belum dituntaskan. Menurut NCW, hal tersebut terindikasi dari undangan Kepala Pusat Perencanaan Program Strategis BP Batam, Nomor B-4392/A2.1/PT.02/09/2023 tentang Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen AMDAL Kawasan Rempang Eco City.

Ketiga, NCW menyoroti pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang mengeklaim bahwa hanya 20% masyarakat Pulau Rempang yang tidak setuju untuk dipindahkan dan sebagian besar menolak karena tidak memiliki alas hak atas tanahnya.

Keempat, NCW menemukan fakta bahwa pembiayaan relokasi dan penggusuran tanah masyarakat Pulau Rempang belum dialokasikan oleh pemerintah pusat atau pun BP Batam.

Baca Juga: MUI: Pemerintah Harus Berpihak kepada Masyarakat Rempang

Kelima, awal mula Konflik lahan di Pulau Rempang terjadi pada tahun 2001 berawal dari diterbitkannya HPL (Hak Pengelolaan Lahan) oleh pemerintah pusat dan BP Batam untuk perusahaan swasta, yang kemudian berpindah tangan ke PT.Makmur Elok Graha (PT MEG).

Keenam, DPP NCW menemukan masih terus dilakukannya intimidasi oleh oknum APH dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang meminta masyarakat yang terdampak relokasi di Pulau Rempang untuk segera menyetujui rencana relokasi ke lokasi baru yang belum tersedia hingga saat ini.

Ketujuh, NCW mempertanyakan pernyataan Kepala BP Batam terkait setoran uang wajib tahunan (UWT) yang meminta dana APBN, padahal konsesi sudah diserahkan kepada PT MEG.

Editor
Komentar
Banner
Banner