Nasional

UU Ibu Kota Baru Superkilat, Siap-Siap Gugatan MK!

apahabar.com, SAMARINDA – Baru disahkan, Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN) memantik hujan kritik. Sejumlah organisasi yang…

Featured-Image
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor (kanan) saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12). Foto: Antara

bakabar.com, SAMARINDA– Baru disahkan, Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN) memantik hujan kritik.

Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Kaltim sepakat menolak payung hukum khusus IKN tersebut.

Koalisi ini digawangi sejumlah aktivis. Seperti Yohana Tiko dari Walhi Kaltim, Buyung Marajo dari Pokja 30 Kaltim, Fathul Wiyashadi dari LBH Samarinda, Andi dari FNKSDA Kaltim, dan Pradarma Rupang dari Jatam Kaltim.

Seakan mengulang hal yang sama, pembahasan RUU IKN terbilang singkat. Bahkan dibanding dengan UU Cipta Kerja, RUU IKN hanya perlu 40 hari pembahasan.

Selain pembahasannya yang superkilat, saat UU IKN masih berbentuk rancangan koalisi sudah banyak ditemukan kejanggalan. Bahkan RUU IKN dianggap sudah cacat prosedural sejak awal.

Dalam isinya, RUU ini dianggap ancaman bagi keselamatan ruang hidup rakyat maupun satwa langka Bumi Etam.

Megaproyek IKN juga berpotensi menggusur lahan-lahan masyarakat adat. Terutama Suku Balik dan Suku Paser serta warga transmigran yang sudah lama menghuni kawasan seluas 256 ribu hektare itu.

"Cacat prosedural dalam penyusunan KLHS (kajian lingkungan hidup strategis) kembali dilakukan dalam pembuatan RUU IKN," demikian pernyataan tertulis Koalisi Masyarakat Kaltim.

Bukan tanpa sebab. Pembahasan dinilai tertutup, terbatas, dan tak melibatkan masyarakat yang terdampak langsung dalam pemindahan IKN itu.

"RUU IKN sendiri minim dari partisipasi publik, padahal di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyebut bahwa setiap undang-undang wajib ada partisipasi dari publik," ujar mereka.

Selain itu, salah satu alasan pemindahan IKN ke Kaltim lantaran permasalahan DKI Jakarta yang dinilai semakin meningkat dan kompleks. DKI Jakarta dinilai tidak layak dari aspek daya dukung dan daya tampung.

Atas dasar itu, koalisi menilainya sebagai gambaran bahwa pemerintah tidak becus dalam menangani dan menyelesaikan segala permasalahan di Jakarta.

Penetapan pemindahan IKN ke Kaltim dinilai merupakan keputusan politik tanpa dasar yang jelas, tidak partisipatif, apalagi transparan.

Tak selesai di situ, koalisi menilai banyak masyarakat yang akan terdampak akibat UU IKN. Misalnya ribuan ASN Pemerintah Pusat di Jakarta dan sekitarnya. Pun, warga Sulawesi Tengah.

Kemudian, dua kampung masyarakat adat yang hidup di sepanjang Sungai Kayan tentu akan ditenggelamkan beserta 5 kampung yang juga digusur paksa untuk pembangunan Dam kecil pendukung PLTA Kaltara.

“Hal tersebut demi memasok listrik bagi situs perkantoran di ibu kota baru,” ujarnya.

Adapun lokasi IKN yang akan dibangun merupakan lahan-lahan perusahaan sawit, HTI (Hutan Tanaman Industri), serta tambang yang dinilai dengan sengaja merusak hutan dan lahan.

“Pemindahan IKN juga merupakan agenda terselubung pemerintah, guna menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukan oleh beberapa korporasi yang wilayah konsesinya masuk dalam wilayah IKN,” ujarnya.

Catatan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, terdapat 94 lubang tambang yang berada di kawasan IKN. Puluhan lubang itu mestinya menjadi tanggungjawab korporasi untuk melakukan reklamasi dan pasca-tambang.

“Namun malah diambil alih oleh negara,” ujar Rupang.

RUU IKN disosialisasikan secara tertutup. Termasuk pada saat kegiatan konsultasi publik yang diadakan di Universitas Mulawarman, Samarinda pada 11 Januari 2022.

Ketika itu kegiatan tersebut mendapat penolakan dari Koalisi Kaum Muda Kaltim Anti Oligarki.

Koalisi menyerukan aksi boikot dan menolak pembahasan RUU IKN yang diadakan di UNMUL.

Koalisi menila bahwa Konsultasi Publik yang dilakukan oleh DPR RI dan BAPPENAS itu sangat tertutup. Cenderung dipaksakan. Serta tidak melibatkan masyarakat. Terutama warga di kawasan rencana mega-proyek IKN.

“Sikap pemerintah yang memaksakan pemindahan IKN juga mencerminkan tidak sensitifnya penguasa rezim Jokowi - Ma'ruf Amin terhadap kondisi masyarakat yang tengah sulit setelah hampir 2 tahun dilanda pandemi Covid-19,” tambah Rupang.

Penurunan ekonomi warga sangat terasa. Mestinya dana yang digunakan untuk mewujudkan pemindahan IKN akan sangat lebih berguna bila digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.

Dengan ragam masalah tersebut, Koalisi Masyarakat Kaltim menyatakan tak menutup kemungkinan bakal menempuh uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

"Sebab, secara substansi kelahiran UU ini mengulang kesalahan penyusunan dan pembuatan UU Cipta Kerja yang secara prosedural bermasalah," kata Rupang.

Pernyataan sikap Koalisi Masyarakat Kaltim Menolak IKN:

1. Rencana pemindahan IKN sama sekali tidak memiliki dasar kajian kelayakan yang meliputi aspek kemaslahatan, keselamatan, dan kedaulatan umat (manusia, dan non manusia) dan cenderung dipaksakan sehingga berpotensi mengancam, menghancurkan dan menghilangkan ruang hidup masyarakat.

2. Mendesak kepada Pemerintah untuk mencabut dan membatalkan UU IKN karena cacat prosedural dan tidak menjawab persoalan yang dihadapi rakyat Indonesia saat ini.

3. Mendesak kepada Pemerintah RI untuk menyelesaikan permasalahan krisis yang terjadi di Jakarta dan Kalimantan Timur, Bukan Pemindahan Ibu Kota Baru.

Komentar
Banner
Banner