bakabar.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa eks Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Hari Nur Cahya Murni dalam kasus yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak, Rabu (22/2).
Hari bakal dicecar tentang kasus suap dan gratifikasi alokasi dana hibah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hari diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan.
“Dr. Hari Nur Cahyani Murni, M.Si diperiksa sebagai saksi TPK (tindak pidana korupsi) suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jawa Timur, untuk tersangka SHTPS,” ujar Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Rabu (22/2).
Baca Juga: Kasus Korupsi DPRD Jatim, KPK: Kemungkinan Ada Tersangka Baru
Diketahui, KPK telah melakukan tangkap tangan kepada Sahat Tua Simanjuntak pada hari Rabu 14 Desember 2022 lalu. KPK semula menerima laporan dari masyarakat bahwa adanya penyerahan sejumlah uang kepada DPRD Jatim terkait alokasi dana hibah.
“Kami menerima laporan dari masyarakat terkait penerimaan sejumlah uang kepada DPRD Jatim,” kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.
Baca Juga: KPK Garap 36 Orang Saksi Terkait Kasus Korupsi Waket DPRD Jatim
Tim KPK langsung melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada beberapa pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Dalam hal itu, KPK menetapkan Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) selaku Wakil Ketua DPRD Jatim, Rusdi (RS) selaku Staf Ahli STPS sebagai penerima suap.
Sedangkan tersangka pemberi, KPK menetapkan Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Abdul Hamid (AH) dan Koordinator Lapangan Pokmas Ilham Wahyudi (IW).
Baca Juga: KPK Kembali Periksa Legislator Jatim, Buntut Skandal Sahat Simandjuntak
Sebagai penerima, STPS dan RS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara, AH dan IW sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.