Hot Borneo

Tuntut Transparansi PT ABS, Polemik Plasma Sawit di Wanaraya Batola Mulai Dimediasi

Polemik plasma sawit antara Gapoktan Tani Mulyo Desa Kolam Kanan di Kecamatan Wanaraya, KUD Jaya Utama dan PT Agri Bumi Sentosa (ABS) mulai dimediasi.

Featured-Image
Ilustrasi aktivitas masyarakat di perkebunan sawit. Pemerintah menetapkan perusahaan sawit harus menyediakan 20 persen dari total luas lahan HGU untuk fasilitasi pembangunan kebun masyarakat. Foto: CNBC

bakabar.com, MARABAHAN – Polemik plasma sawit antara Gapoktan Tani Mulyo Desa Kolam Kanan di Kecamatan Wanaraya, KUD Jaya Utama dan PT Agri Bumi Sentosa (ABS) mulai dimediasi.

Mediasi diinisiasi oleh Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Barito Kuala di Aula Bahalap, Marabahan, Senin (28/6).

Mediasi tersebut dilakukan untuk menjawab keresahan anggota Gapoktan Tani Mulyo di Desa Kolam Kanan.

Mereka mempertanyakan kejelasan pembagian hasil usaha dari plasma sawit yang dikelola PT ABS melalui KUD Jaya Utama sejak 2009.

Sebelumnya sekitar 50 orang petani pemilik lahan dijanjikan mendapat 30 persen, kemudian diturunkan menjadi 20 persen, hingga akhirnya hanya 5 persen.

Padahal dalam setiap tahun, hasil panen kelapa sawit di lahan seluas sekitar 200 hektar tersebut diyakini terus meningkat.

Faktanya dengan 5 persen pembagian, petani pemilik lahan hanya memperoleh Rp150 ribu hingga Rp200 ribu per paket (2 hektar) per tiga bulan.

Lantas setelah perusahaan tak kunjung memberi kejelasan, petani berinisiatif mengambil kembali lahan dan melakukan panen sendiri sejak minggu ketiga Juni 2021.

“Sesuai berita acara dan surat yang dikirim, kami menginginkan lahan dan sertifikat dikembalikan,” ungkap Sumar, salah seorang petani pemilik lahan.

Mereka juga tetap mendesak transparansi PT ABS, terkait tolak ukur pembagian 5 persen dan total hasil panen sawit dalam setiap bulan.

“Selanjutnya lahan akan kami garap sendiri. Kami juga tidak ingin kena beban utang, karena itu merupakan ranah KUD,” imbuh Sumar.

Menjawab keinginan masyarakat, Area Manager Legal PT ABS, Haris Prasetyo, memastikan perusahaan masih berkomitmen melakukan perbaikan.

“Namun kami pun sempat memiliki kendala, seperti menanggung cicilan bank. Itu yang tidak tersosialisasikan kepada masyarakat,” papar Haris.

“Akibat kurang disosialisasikan, masyarakat cuma tahu tentang utang pokok. Padahal di balik utang itu, terdapat beberapa aspek lain,” sambungnya.

Dijadwalkan mediasi tahap kedua berlangsung, Rabu (7/7). Baik PT ABS maupun petani pemilik akan membawa dokumen-dokumen pendukung.

“Dalam pertemuan selanjutnya, kami berharap dapat menghadirkan bank untuk menjelaskan konsekuensi dari kredit yang cair,” jelas Haris.

Di sisi lain, Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Batola berharap rangkaian mediasi memperoleh solusi.

“Kalau dilihat dari awal, permasalahan ini disebabkan kurang komunikasi dan keterbukaan antara koperasi dan perusahaan dengan masyarakat,” sahut Suwartono Santoso, Kepala Disbunak Batola.

“Diharapkan rangkaian mediasi dapat menemukan solusi, sehingga iklim kondusif di Batola tetap terjaga,” tandasnya.



Komentar
Banner
Banner