bakabar.com, TANJUNG – Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menghapus keberadaan pasal mengenai Tunjangan Profesi Guru (TPG) sedang mendapat sorotan dari para guru di seluruh Indonesia.
Di Tabalong, Kalimantan Selatan, masalah ini juga ramai dibahas. Para guru khawatir jika tunjangan dihapus akan berdampak pada kesejahteraan mereka.
“Bagi kita yang tidak mempunyai penghasilan lain, ketiadaan TGP sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga,” kata Kepala SMP Negeri 1 Tanjung, Supaidi, dihubungi bakabar.com, Rabu (31/8).
Di Tabalong, kata dia, TPG cair tiga bulan sekali dengan besaran bervariasi, tergantung gaji pokok. “Untuk saya gaji pokok di atas Rp4 juta. Jadi, menerima tunjangan sekitar Rp 12 jutaan per tiga bulan setelah dipotong pajak,” ungkapnya.
Meski tak setuju TPG dihapus, tapi sebagai ASN, lanjut Supaidi, dia terikat dengan aturan pemerintah. “Khusus saya pribadi, jika memang TGP tidak adalagi yang jelas sebagai ASN harus aturan-aturan, sehingga segala kebijakan pemerintah itu harus kita ikuti,” terangnya.
Meski demikian, Supaidi tetap berharap pemerintah tidak mengesahkan RUU Sisdiknas yang menghapus pasal TPG itu.
“Terkait isu tersebut, saya pribadi menyerahkan kepada PGRI. Karena di situlah para guru bernaung untuk mengajukan usul dan segala macamnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala SDN 1 Pulau, Ristinawati, menyebut pasal tentang TPG memang tidak ada lagi di RUU Sisdiknas.
“Cuma berdasarkan yang saya baca di situ malah guru yang belum sertifikasi tidak perlu menunggu lagi. Kalau melihat redaksi itu artinya tidak dihapus,” ucapnya dihubungi terpisah.
Dari TPG, selama ini Ristinawati mendapatkan sekitar Rp 10 jutaan per tiga bulan setelah dipotong pajak.
“Jika benar dihapus juga, tanpa ada pengganti tunjangan yang lain, maka lepas dari tujuan diterbitkannya RUU Sisdiknas, karena disebutkan tujuan dari RUU Sisdiknas adalah supaya kesejahteraan guru terpenuhi,” bebernya.
“Harapannya semoga dengan adanya RUU yang baru, para guru mendapatkan tunjangan yang layak,” tutup Ristinawati.
Sementara itu, dari rilis Pengurus Besar PGRI yang beredar di kalangan guru di Tabalong, yang diteruskan ke bakabar.com, menyayangkan dalam draf RUU Sisdiknas ini substansi penting mengenai penghargaan atas profesi guru dan dosen sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen, justru menghilang.
Dalam RUU Sisdiknas draf versi April 2022 yang beredar luas, di pasal 127, ayat-3 tertera jelas tentang pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen.
Namun, dalam draf versi Agustus 2022, pemberian tunjangan profesi guru, tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil dan tunjangan kehormatan dosen sebagaimana tertulis dalam ayat 3-10 pasal 127 hilang.
Hanya dicantumkan ayat 1 dan Pasal 127 draf versi April dalam pasal 105 draf versi Agustus 2022.
Berdasarkan hal tersebut di atas, PGRI menyatakan sebagai berikut:
1. Pembahasan RUU Sisdiknas ini seharusnya masih membutuhkan kajian yang komprehensif, dialog terbuka dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan pendidikan termasuk organisasi profesi PGRI, dan tidak perlu tergesa-gesa.
2. Guru dan dosen adalah profesi yang dalam menjalankan tugas keprofesiannya berhak mendapatkan kesejahteraan berupa penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial
3. Kembalikan bunyi pasal 127 ayat 1-10 sebagaimana tertulis dalam draf versi April 2022 yang memuat tentang pemberian tunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan lainnya.
4. Pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen adalah sebuah keharusan bagi pemerintah sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan atas profesi guru dan dosen.
5. PGRI akan terus konsisten memperjuangkan hak profesional yang melekat dalam diri guru dan dosen.