bakabar.com, TANJUNG – Sejak kewenangan penerimaan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan Pedesaan (PBB-P2) diserahkan pemerintah pusat kepada kabupaten/kota pada 2014, tunggakan di Tabalong hingga 2020 mencapai Rp 23 Miliar.
Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten Tabalong, H Erwan, membenarkan ada piutang dari para wajib PBB-P2 di daerah ini, jumlahnya mencapai Rp 23 miliar.
Sebelumnya, PBB merupakan kewenangan pusat, sejak tahun 2014 kewenangannya diserahkan ke kabupaten/kota. Saat diserahkan, pihaknya sudah ada potensi utang Rp 13 miliar. Karena ini aturan, maka pihaknya harus menerima.
“Piutang tersebut dari akumulatif tahun 2005 hingga 2020, setelah kewenangannya diserahkan pusat ke kita, sudah ada potensi utang Rp 13 miliar, dalam kurun waktu 4 tahun beranak pinak hutang ini menjadi Rp 23 miliar, ” jelas Erwan belum lama ini.
Terkait hal tersebut, BPPRD Tabalong sedang menyiapkan upaya untuk melakukan pemutihan piutang, tetapi ini tetap melewati persetujuan BPK terlebih dahulu.
“Kita akan lakukan validasi wajib pajak ini di mana orangnya masih ada atau tidak. Kalau orangnya masih ada tentu akan kita tagih, tapi kalau orangnya mutasi atau meninggal maka akan diputihkan. Kalau besarannya terlalu tinggi, kami juga harus menyampaikan ke DPRD,” jelas Erwan.
Piutang PBB-P2 ini, kata dia, akan dilakukan bertahap. Rp 23 miliar ini akan di-breakdown. Tahun pertama, Rp 5 miliar. Datanya akan divalidasi, siapa saja orangnya, masih ada, status tanahnya apa, dan sudah dijual atau bagaimana.
“Tahun 2020 ini kita mulai melakukan validasi pajak terhutang PBB-P2, sebanyak Rp 5 miliar dulu, hingga selesai Rp 23 miliar dalam waktu 5 tahun kejelasan hutang tersebut, ” kata Erwan.
Tahapan untuk melakukan pemutihan dengan melakukan validasi data dengan regulasi yang ada, sampai nantinya pada pemutihan piutang.
“Kalau piutang itu memenuhi syarat tentu kita lakukan penghapusan piutang atau pemutihan. Kalau tidak kita lakukan tentu piutang PBB-P2 ini terus bertambah,” pungkas Erwan.