bakabar.com, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi tren tingginya harga minyak mentah bakal berlangsung lama. Sebab, hal itu ditopang oleh beberapa sentimen.
Mulai dari konflik geopolitik (perang Rusia-Ukraina) hingga stok minyak mentah di pasar global menjadi variabel yang turut mempengaruhi harga minyak mentah dunia.
"Dampaknya ke RI, harga minyak mentah masih akan tinggi," ujar Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto saat konferensi pers di Jakarta, Senin (17/4).
Selain itu, krisis di sektor perbankan juga menjadi salah satu sentimen yang membuat SKK Migas meyakini tren tingginya harga minyak mentah masih akan berlanjut beberap waktu ke depan.
Baca Juga: Investasi Migas Kuartal I, SKK Migas: Capai 2,63 Miliar Dolar AS
Dalam beberapa tahun terakhir, harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan hingga di angka USD80-an per barrel. Penurunan harga kemudian sempat terjadi di awak tahun, dampak dari Amerika Serikat (AS) melepas cadangan minyaknya.
"Harga minyak dunia sempat turun ke level 70-an dollar AS per barrel di awal tahun ini ketika AS memutuskan melepas sebagian cadangan minyak strategisnya ke pasar. Kebijakan yang membuat stok minyak global meningkat," jelasnya.
Namun, ketika OPEC+ melakukan pemangkasan pasokan minyak, sontak hal itu memicu kenaikan harga minyak dunia. Bahkan pada pembukaan perdagangan Senin (17/4) pergerakan harga minyak mentah dunia kembali fluktuatif.
Baca Juga: Desakan Transisi Energi Kian Kuat, Perusahaan Migas Wajib Siapkan Ini
"Mungkin dalam beberapa tahun ke depan angka 80-an dollar AS ini masih akan menjadi referensi untuk kita melihat harga minyak," imbuhnya.
Dwi pun berharap agar investasi dan aktivitas di sektor hulu migas bisa lebih agresif sehingga target produksi minyak dan gas bisa terpenuhi. "Nanti kita tinggal mengoreksi hal-hal bagaimana kita mengantisipasi itu semua," pungkasnya.