bakabar.com, SERUYAN - Peristiwa pembakaran kantor dan mess karyawan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, Kamis (21/9) lalu menyebabkan ribuan pekerja memilih mengungsi.
Mereka mengungsi di 16 titik untuk menghindari kembali terjadinya aksi anarkis masyarakat yang menuntut kewajiban perusahaan.
Ribuan warga yang terdiri dari para pekerja, ibu-ibu bersama anak-anak ini sementara tinggal dibawah tenda pengungsian dan kantor Camat Seruyan Raya.
Camat Seruyan Raya, M. Abdi Radhiyanie menyebutkan saat ini ada sekitar 1.100 jiwa yang telah melaporkan dan tinggal di lokasi penampungan sementara.
"Saat ini ada 16 titik tempat mereka beristirahat sementara. Alhamdulillah kondisi para pengungsi saat ini dalam keadaan baik-baik semua, dan tim kesehatan juga sudah siaga di lokasi untuk melayani para pengungsi," ujarnya.
Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Pol Erlan Munaji mengatakan, pihaknya saat ini juga telah mengerahkan personel Polwan dari Direktorat Sabhara Polda Kalteng dan Polres Seruyan untuk memberikan trauma healing.
Kepolisian juga memberikan asupan makanan kepada ibu-ibu dan anak-anak yang tinggal di pengungsian.
Para polwan mengajak anak-anak di tenda pengungsian bergembira dengan bermain sambil bernyanyi.
Hingga saat ini, terkait tuntutan warga masyarakat Desa Bangkal kepada Pihak perusahaan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) belum ada titik temu. Bahkan hasil pertemuan mediasi yang difasilitasi Polda Kalimantan Tengah dan Pemerintah Kabupaten Seruyan tak ada titik temu.
Sebelumnya, Kombes Pol Erlan Munaji juga menjelaskan penyebab dari aksi anarkis yang dilakukan oleh ribuan massa di areal perkebunan sawit PT HMBP itu. Mereka tidak puas mengenai kewajiban pihak perusahan yang belum merealisasikan seperti kebun plasma sebesar 20 persen dari Luasan Lahan Hak Guna Usaha (HGU) atau lahan inti dari PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) kepada masyarakat di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan.
Selain itu, massa juga menuntut agar pihak perusahan memberikan lahan yang berstatus kawasan hutan dengan luas kurang lebih 1.175 hektare agar bisa dikelola oleh masyarakat.
"Sebenarnya masalah ini bisa diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat, asal masyarakat mau bersabar menunggu waktu dari pihak perusahaan merealisasikan apa yang menjadi kewajiban dan tuntutan masyarakat kepada perusahaan," tandasnya.