bakabar.com, JAKARTA - Koordinator Perlindungan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Bayu Nugroho menegaskan, pihaknya mendukung transisi energi untuk mengurangi polusi dalam negeri.
“Dan Kementerian ESDM ada komitmen terkait hal ini, kami mendukung Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 yang pro le energi bersih,” ujar Bayu dalam webinar yang dipantau di Jakarta, Selasa (18/7).
Dirinya menambahkan, dengan target perkembangan energi baru terbarukan (EBT) mencapai 53 persen hingga 2030, pihaknya akan merancang program dari Just Energy Transition Partnership (JETP) serta pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) akan dihilangkan secara perlahan dengan mempertimbangkan faktor energi murah, harga yang masuk akal serta infrastruktur terkait transisi.
Baca Juga: Transisi Energi, Laporan Studi Nexus: Aspek Ekonomi jadi Fokus Utama
Sementara terkait efek emisi gas rumah kaca (GRK) terhadap polusi udara, ia menyebut hal ini juga diimplementasikan dengan pasar karbon sesuai dengan peraturan pemerintah yang telah ada.
Adapun saat ini, pemerintah sedang membuat regulasi untuk pemanfaatan energi bersih, dan diharapkan pada tahun ini bisa selesai, yakni Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (UU EBET).
Selain itu, kebijakan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang sudah ada akan direvisi untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang ada, baik teknologi maupun kebijakan seperti target net zero emission (NZE) 2060 yang sebelumnya belum ada.
Baca Juga: Transisi Energi, KemenESDM Amankan Komitmen Pembiayaan JETP
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan, pemerintah harus mendesak perusahaan listrik untuk mengevaluasi kembali rencana mereka untuk membangun pembangkit listrik baru dan segera mengambil tindakan untuk beralih ke pembangkit energi terbarukan.
Peralihan ini akan menghasilkan manfaat ekonomi, sosial, dan kesehatan yang signifikan. Pada pertemuan puncak G20 tahun lalu, Indonesia menandatangani pernyataan bersama JETP yang berkomitmen untuk mencapai puncak emisi sektor ketenagalistrikan pada tahun 2030 dengan nilai absolut 290 juta ton karbon.
"Untuk mencapai target ini, Indonesia harus menghentikan sekitar 9 GW pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) dalam satu dekade ini," ujarnya.