bakabar.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan Ferdy Sambo. Alhasil, hukuman mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu pun dibatalkan.
Putusan kasasi diketok hari ini, Selasa (8/8). Lima Hakim Agung yang mengadili Sambo ialah: Ketua Majelis, Suhadi; serta 4 anggota, Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
"Perbaikan kualifikasi ‘melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama’. Pidana Penjara Seumur Hidup," bunyi petikan amar dikutip.
Melansir kumparannews, hukuman mati terhadap Sambo dijatuhkan hakim sejak tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga banding di Pengadilan Tinggi DKI.
Namun, putusan itu dianulir Mahkamah Agung. Belum diketahui pertimbangan MA atas kasasi tersebut.
Dalam kasusnya, Sambo dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan secara berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Pembunuhan Yosua itu terjadi pada 9 Juli 2022. Dipicu adanya laporan Putri Candrawathi kepada Sambo yang mengaku dilecehkan oleh Yosua sehari sebelumnya.
Eksekusi dilakukan di rumah di kawasan Duren Tiga Jakarta Selatan. Dilakukan oleh Richard Eliezer atas perintah Sambo.
Penembakan disaksikan oleh Sambo, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal. Sementara Putri disebut berada di kamar tak jauh dari titik penembakan.
Usai pembunuhan, Sambo berupaya menutupinya. Selaku Kadiv Propam, ia mengerahkan anak buah untuk mengaburkan peristiwa yang sebenarnya.
Ada lima terdakwa dalam kasus ini, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, dan Richard Eliezer. Rincian vonisnya beragama: Sambo, hukuman mati; Putri Candrawathi, 20 tahun penjara; Ma'ruf, 15 tahun penjara; Ricky Rizal, 13 tahun penjara; dan Richard Eliezer, 1,5 tahun penjara.
Dari kelima terdakwa, hanya Richard Eliezer yang menerima putusan hakim itu. Kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap.
Untuk 4 terdakwa lainnya, mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI. Namun, banding mereka ditolak oleh hakim.
Kasus Ferdy Sambo
Konstruksi pembunuhan berencana Sambo terhadap Yosua bermula saat dirinya menerima telepon dari Putri yang sedang berada di Magelang pada 7 Juli 2022.
Saat itu, Sambo menerima pengakuan dari istrinya bahwa Yosua berbuat hal yang kurang ajar.
Usai menelepon itu, Putri langsung kembali ke Jakarta pada 8 Juli 2022. Putri pulang bersama Richard Eliezer, Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal dan almarhum Brigadir Yosua dengan menggunakan dua mobil.
Rombongan tiba di rumah Saguling, Jakarta Selatan, pada Jumat sore. Di lantai 3, Putri kemudian bercerita kepada Sambo, mengaku dirinya dilecehkan serta jadi korban kekerasan seksual Yosua.
Mendengar cerita dari Magelang itu, Sambo marah. Ia lalu memanggil Ricky Rizal dan mengkonfirmasi kejadian di Magelang. Selain itu, ia meminta kesiapan Ricky untuk menembak Yosua. Namun, Ricky menolak dengan alasan tak kuat mental.
Karena tak menyanggupi perintah atasannya itu, Ricky kemudian diminta Sambo untuk memanggil Eliezer. Hal yang sama disampaikan Sambo kepada Eliezer.
Berbeda dengan Ricky, Eliezer menyanggupinya. Sambo menyatakan akan melindungi Eliezer nantinya.
Kemudian Sambo menanyakan soal senjata api Yosua ada di mana. Senjata tersebut telah terlebih dahulu diamankan oleh Ricky Rizal. Kemudian, senjata tersebut diambil oleh Eliezer atas perintah dari Sambo.
Richard Eliezer Pudihang Lumiu menyerahkan senjata api kepada Sambo yang sudah menggunakan sarung tangan hitam.
Eksekusi disiapkan di rumah Duren Tiga, Jakarta Selatan. Skenarionya ialah, Putri Candrawathi yang sedang di dalam kamar berteriak karena dilecehkan Yosua.
Eliezer yang berposisi di lantai dua, turun ke bawah karena mendengar teriakan itu. Ia kemudian menemukan Yosua yang kemudian menembaknya. Baku tembak kemudian terjadi yang membuat Yosua tewas.
Usai perencanaan tersebut, skenario mulai dijalankan. Rombongan Putri yang terlebih dulu berangkat ke Duren Tiga. Turut dalam rombongan ialah Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, Richard Eliezer, dan Yosua. Sambo menyusul belakangan.
Eksekusi terjadi sekitar pukul 17.08 WIB, Sambo berangkat bersama ajudannya Romer dengan mobil Lexus. Begitu tiba di Duren Tiga sekitar pukul 17.10 WIB, Sambo menyuruh sopir menghentikan mobil dinas di depan rumah Duren Tiga.
Sambo kemudian turun dari mobil. Saat itu, menurut hakim, senjata jenis HS jatuh dari Sambo. Kemudian sempat hendak diambil oleh Romer, tetapi dilarang oleh Sambo. Dia mengambil senjata itu sendiri.
"Senjata api yang dibawanya terjatuh di samping terdakwa Ferdy Sambo," kata hakim banding membacakan putusan.
Ketika masuk ke rumah, Sambo bertemu dan memerintahkan Kuat Ma'ruf untuk menghadapkan Ricky Rizal dan Yosua.
Mendengar suara Sambo, Eliezer turun dari lantai 2 rumah. Eliezer terlebih dahulu sudah tiba di lokasi Duren Tiga. Saat itu, Sambo meminta Eliezer mengokang senjatanya.
Yosua dan Ricky kemudian tiba di depan Sambo usai dipanggil Kuat. Saat itu Kuat membawa pisau di tas selempangnya. Begitu tiba di depan Sambo, leher belakang Yosua langsung dipegang Sambo lalu mendorongnya ke depan. Posisi Yosua tepat berada di depan tangga dengan posisi berhadapan dengan Sambo.
"Putri Candrawathi ada di kamar utama dengan jarak kurang lebih 3 meter dari posisi korban," kata hakim.
Sambo kemudian memerintahkan Yosua untuk berlutut atau jongkok. Bersamaan dengan itu, Sambo memerintahkan Eliezer menembak Yosua dengan berkata 'Woy, kamu tembak, kau tembak cepat, cepat kau tembak'.
Eliezer sesuai dengan rencana jahat yang telah disusun, langsung menembak Yosua. "Dengan pikiran tenang dan matang tanpa keraguan sedikit pun (...) langsung mengarahkan senjata api glock 17 ke tubuh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata hakim.
Yosua tewas setelah 3-4 kali ditembak oleh Eliezer. Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf ada di ruangan itu saat Yosua ditembak. Sambo kemudian menembak Yosua. Satu tembakan ke kepala yang mengakhiri nyawa Yosua.
"Dalam keadaan tertelungkup masih bergerak gerak kesakitan, lalu untuk memastikan benar-benar tidak bernyawa lagi, terdakwa yang menggunakan sarung tangan hitam menggunakan senjata api dan menembak 1 kali ke kepala belakang korban," kata hakim.
Usai penembakan, Sambo berupaya menutupinya. Termasuk dengan membuat skenario bahwa yang terjadi ialah baku tembak Yosua dengan Eliezer yang dipicu teriakan Putri Candrawathi.
TKP pun diatur oleh Sambo seakan-akan telah terjadi baku tembak dengan Eliezer yang menewaskan Yosua.
Beberapa hari setelah penembakan, Sambo dan Putri juga disebut sempat memberikan sejumlah uang kepada Ricky, Kuat, dan Eliezer. Nilainya untuk Kuat dan Ricky Rp 500 juta, sedangkan Eliezer Rp 1 miliar.
Serta memberikan ponsel iPhone 13 Pro Max. Disebut sebagai tanda terima kasih Sambo dan Putri ke ajudannya.
Namun untuk uang, tak jadi diberikan kepada ketiganya. Sambo menjanjikan akan diberikan usai kondisi kondusif.
Tak hanya itu, dalam upaya mengaburkan fakta pembunuhan, Sambo juga memerintahkan mantan Karo Paminal Propam Brigjen Hendra Kurniawan untuk mengamankan saksi dan bukti.
Salah satu yang diamankan ialah DVR CCTV di sekitar lokasi penembakan. DVR CCTV tersebut kemudian diperintahkan Sambo untuk dimusnahkan.
Belakangan, semua skenario itu terungkap. Puluhan polisi ikut terjerat sidang etik buntut kasus ini. Bahkan tak sedikit yang dipecat.
Beberapa di antaranya juga turut dijerat sebagai tersangka obstruction of justice. Bahkan ada yang sudah divonis penjara dan status perkaranya inkrah.