bakabar.com, JAKARTA - Aparat Kepolisian Resort Tulungagung, Jawa Timur memburu AEY, satu dari empat tersangka dugaan korupsi dana program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Tahun 2010-2015 sejak status yang bersangkutan ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO).
"Kami sudah tetapkan statusnya sebagai DPO karena sudah tiga kali dipanggil (untuk diperiksa sebagai tersangka) namun selalu mangkir," kata Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP Agung Kurnia Putra di Tulungagung, seperti dilansir Kamis (19/5).
Kasus yang diduga telah merugikan keuangan negara senilai Rp8 miliar itu kini terus dikembangkan. Setidaknya sudah ada tiga orang dijebloskan ke tahanan dengan status tersangka, karena polisi telah menemukan dua alat bukti.
Baca Juga: Polres Tulungagung Gagalkan Peredaran Bahan Peledak
Hasil pelacakan kepolisian, AEY kini berada di luar negeri. Polisi juga telah mengirimkan surat disposisi cegah tangkal AEY ke Kantor Imigrasi. Status DPO AEY sudah dikeluarkan sejak 2020.
Informasinya, AEY kini berada di Singapura dan sudah mengubah penampilannya mirip laki-laki.
Peran AEY dan tiga tersangka lain yang semuanya perempuan adalah melakukan pemalsuan data bersama, kelompok fiktif yang diberi pinjaman.
Baca Juga: Penyebab Helikopter Kapolda Jatim Lakukan Alternatif Landing di Tulungagung
Hasil dari pemalsuan data tersebut dinikmati oleh ke empat tersangka. Sebelumnya, tiga dari empat tersangka dugaan korupsi dana bergulir (SPP & UEP) dalam PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2010-2015 Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung dijebloskan ke rumah tahanan, Senin (15/5).
Penahanan mereka setelah dilakukan pelimpahan tahap dua perkara tersebut. Ketiga tersangka dimaksud berinisial MR, Y, dan FEN. Tinggal AEY yang masih buron.
Modus yang dilakukan para tersangka dengan mengajukan pinjaman 225 kelompok fiktif. Dalam pengajuan pinjaman, sebanyak 225 kelompok tersebut sebenarnya tak pernah mengajukan usulan pinjaman.
Baca Juga: 9 Sektor Penopang Pertumbuhan Ekonomi di Tulungagung
Hasil dari pinjaman fiktif itu disisihkan untuk mendanai kelompok yang mendapat bantuan tanpa melalui musyawarah khusus perguliran. Pembayaran dari kelompok yang tidak melalui musyawarah tersebut masuk ke kantong pribadi para tersangka.
Atas perbuatannya, tersangka melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1e Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.