Hot Borneo

Temui Penjabat Bupati Batola, Warga Jejangkit Adukan Kejelasan Penanganan Banjir

Puluhan warga Kecamatan Jejangkit mengadukan kejelasan penanganan bencana banjir kepada Penjabat Bupati Barito Kuala (Batola), Mujiyat, Selasa (13/6)

Featured-Image
Penjabat Bupati Batola, Mujiyat, mendengarkan papara Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, terkait banjir yang terjadi di Jejangkit. Foto: apahabar.com/Bastian Alkaf

bakabar.com, MARABAHAN - Puluhan warga Kecamatan Jejangkit mengadukan kejelasan penanganan bencana banjir kepada Penjabat Bupati Barito Kuala (Batola), Mujiyat, Selasa (13/6) di Marabahan.

Mereka juga memboyong Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan yang sejak awal mengawal kasus tersebut.

Seperti pertemuan sebelumnya dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Selatan, Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, hingga rapat dengar pendapat dengan DPRD Kalsel, tuntutan mereka tidak berubah.

Mereka menuntut agar perusahaan perkebunan sawit PT Palmina Utama dan PT Putra Bangun Bersama (PBB), menutup saluran air dari kebun ke Sungai Jejangkit dan Alalak.

"Apalagi masyarakat sudah mengetahui bahwa outlet pompa dari perkebunan sawit PT Palmina dan PBB mengeluarkan air 6.500 liter per detik," seru Hanafi, salah seorang warga.

"Makanya setelah beberapa handil sudah mulai direhabilitasi, kami juga meminta semua pompa ke Sungai Jejangkit dan Alalak ditutup," tegasnya.

Tanpa tindakan nyata dari perusahaan maupun pemerintah, warga dihantui dengan kegagalan tanam dalam empat tahun berturut-turut.

"Faktanya setelah tiga tahun gagal tanam, kami mengalami kerugian hingga Rp78 miliar per tahun," tambah warga lain bernama Gunawan.

"Penyebabnya 2.550 hektar (89.250 borongan) lahan produktif di Jejangkit, tak menghasilkan apapun selama tiga tahun," imbuhnya.

Secara rinci dijelaskan nilai kerugian berasal dari 624.750 blek padi per tahun, dikalikan rata-rata hasil 7 blek per borongan. Artinya Jejangkit menghasilkan 624.750 blek padi per tahun.

Adapun Rp78 miliar dihasilkan dari perkalian hasil panen sebanyak 624.750 blek dengan harga minimal Rp125 ribu per blek.

"Bisa dibayangkan kalau per tahun saja kami kehilangan Rp78 miliar, bagaimana kalau sampai tiga tahun tidak menghasilkan?" tanya Gunawan.

"Berkaca dari kerugian itu, bisa saja kami berbuat hal-hal yang merugikan perusahaan. Namun kami menghargai hukum, makanya tak melakukan perbuatan yang melanggar, meski kami sudah sangat merugi," tegasnya.

Baca Juga: BWS Pastikan PT Palmina Belum Kantongi Izin Pembuangan Air ke Sungai Alalak

Baca Juga: Dugaan Pelanggaran PT Palmina di Jejangkit Batola, Walhi Tuntut Perhatian Pemerintah

Sementara Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, dalam kesempatan tersebut juga menekankan komitmen perusahaan dalam serangkaian pertemuan yang sudah dilakukan.

"Selalu kami menelan kekecewaan. Penyebabnya setiap dilakukan pertemuan, perusahaan tidak diwakili orang-orang yang bisa mengambil kebijakan," papar Kisworo.

"Makanya setelah beberapa pertemuan, notulen kesepakatan yang dihasilkan tak dilaksanakan. Sejak awal kami menegaskan bahwa kalau rakyat tidak menggugat perusahaan atau pemerintah, Walhi yang akan menggugat," tegasnya.

Di sisi lain, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tak pernah dibuka dalam pertemuan-pertemuan tersebut. Walhi meyakini telah terjadi pelanggaran, sebagaimana temuan penyidik BWS Kalimantan II.

"Setidaknya dua masalah yang terjadi di Jejangkit. Dimulai dari PT Palmina membuang air, lalu PT PBB yang menyumbat saluran air," jelas Adenansi, aktivis Walhi Kalsel kelahiran Batola.

Diyakini sistem pembuangan air PT Palmina tidak menggunakan pompanisasi, melainkan blocking kanal. Kemudian Amdal diubah untuk menyikapi curah hujan ekstrem.

"Hal yang perlu dipertanyakan adalah apakah pompanisasi itu sudah melalui kajian? Makanya kami berharap Pemkab Batola bisa mengakses Amdal tersebut," usul Adenansi.

"Sedianya Amdal juga menjadi kunci langkah-langkah yang harus dilakukan. Jangan sampai upaya pemerintah dalam menyelesaikan persoalan banjir, malah membuat persoalan baru, lantaran bertentangan dengan Amdal," sambungnya.

Menanggapi keluhan warga Jejangkit, Herman Prawira yang mewakili PT Palmina dan PT PBB meyakinkan akan meneruskan kepada pucuk pimpinan.

"Kami datang sebagai perwakilan perusahaan, sehingga
suara kami tentu akan didengar manajemen. Kami pun termasuk korban banjir, ketika Jejangkit banjir," tukas Herman.

"Selebihnya kami juga diberi tanggung jawab oleh pemerintah dalam penanganan banjir, seperti upaya pengerukan sungai-sungai. Intinya kami tak berniat menyusahkan siapapun, serta siap dilibatkan mengatasi banjir," pungkasnya.

Baca Juga: Tagih Komitmen PT Palmina, Warga Jejangkit Batola Mengadu ke DPRD Kalsel

Baca Juga: Debit Air Masih Tinggi, Petani di Jejangkit Batola Terancam Gagal Tanam Lagi

Editor
Komentar
Banner
Banner