Borneo Hits

Kalsel Mesti Belajar dari Bencana di Sumatera Soal Perbaikan Lingkungan

Wahana Lingkungan Hidup Indonesai (Walhi) Kalimantan Selatan buka suara soal bencana alam yang menimpa Aceh dan Sumatera beberapa waktu lalu.

Featured-Image
Banjir di Sumatera beberapa waktu lalu hingga memakan korban jiwa. Foto: Antara

bakabar.com, BANJARBARU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesai (Walhi) Kalimantan Selatan buka suara soal bencana alam yang menimpa Aceh, Sumatera  Barat dan Sumatera Utara.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Raden Rafiq, menyebut bencana yang terjadi di Sumatera adalah peringatan dini bagi semua daerah, termasuk Kalsel untuk segera membenahi tata kelola lingkungan.

Terlebih kerusakan ekologis di Kalsel sudah mengkhawatirkan dan berpotensi memicu bencana serupa. Raden menyebut cuaca yang makin ekstrem adalah tanda bahwa Kalsel memiliki kerentanan seperti Aceh dan Sumatera.

"Bencana yang memakan banyak korban di Aceh dan Sumatera bukan sekadar bencana alam, tapi akumulasi kerusakan ekologis puluhan tahun dan itu dibiarkan," paparnya.

Gelondongan kayu berukuran besar yang ditemukan di lokasi bencana disebutnya sebagai bukti kuat bahwa aktivitas pembalakan hutan berlangsung masif.

Walau pun Kementerian Kehutanan memgeluarkan steatmen jika ribuan batang kayu yang hanyut dibawa banjir tersebut bukan dari hasil pembalakan liar, melainkan kayu lapuk dan tumbang terbawa arus banjir.

Advokasi dan Kampanye Walhi Kalsel, Muhammad Jefry Raharja alias Cecep, mengatakan Kalsel bukan wilayah asing terhadap bencana besar.

Sejak 2001 silam, Kalsel kehilangan lebih dari 150 ribu hektare tutupan pohon, terutama akibat ekspansi tambang dan sawit. Tentu masyarakat Kalsel masih mengingat banjir 2021 sebagai yang terparah dalam beberapa dekade terakhir.

Teranyar, longsor terjadi di Banjarsari, Angsana, Tanah Bumbu. Cecep menyebut longsor ini akibat tambang ilegal, "Inilah beberapa bukti kerentanan bencana Kalsel," tuntas Cecep.

Sementara Pemprov Kalsel melaui Dinas Kehutanan mulai melakukan penanaman untuk demi perbaikan lingkungan, berbasis pendanaan REDD+. Penanaman yang dilakukan oleh petani hutan ini dikelola oleh pemerintah provinsi.

Adapun jenis kayu yang ditanam adalah ulin dan eucalyptus. Pendanaan donor internasional ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan Kalsel dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.

Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Fatimatuzzahra menyebut lahan kritis di Kalselterus berkurang. Dari data Kementerian Kehutanan, pada 2013, luas lahan kritis di Kalsel tercatat mencapai 640.000 hektare. Lima tahun kemudian, pada 2018, angka tersebut menurun menjadi 511.000 hektare. Tren positif ini berlanjut hingga 2022, di mana lahan kritis kembali turun menjadi 458.000 hektare.

"Penurunan tersebut tidak lepas dari berbagai program rehabilitasi hutan dan lahan yang dikerjakan secara berkelanjutan," papar Kelapa Dinas Kehutanan Kalsel, Fatimatuzzahra, akhir bulan lalu.

"Termasuk penanaman kembali, penguatan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan, serta kolaborasi dengan pemerintah pusat dan daerah," sambungnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner