bakabar.com, MARABAHAN - Meski menghadapi fakta tidak bisa tanam padi sesuai jadwal, warga Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala (Batola) disemangati untuk terus mengembangkan usaha pertanian.
Tidak sekadar susunan kalimat, penyemangat diberikan Brigade Pangan Lestari di Desa Jejangkit Muara melalui tanam perdana bersama Bupati Batola, H Bahrul Ilmi, Kamis (19/6).
Dalam kesempatan tersebut, mereka menanami lahan seluas 10 hektare dengan varietas unggul siam kabul, siam madu dan BP-42.
"Kami mengelola lahan seluas 215 hektare," papar Muhammad Subhan yang mewakili Brigade Pangan Lestari dalam dialog bersama Bahrul Ilmi.
"Lahan yang sudah diolah seluas sekitar 130 hektare. Sebanyak 80 hektare di antaranya dikerjakan menggunakan rotavator. Kemudian 50 hektare memakai traktor roda dua. Tentunya jumlah lahan yang diolah dan ditanami akan terus bertambah," tegasnya.
Brigade Pangan Lestari merupakan salah satu total 91 Brigade Pangan di Batola. Sementara di Jejangkit, berdiri 5 unit Brigade Pangan.
Setiap Brigade Pangan mendapatkan paket bantuan pertanian dari pemerintah melalui Kementerian Pertanian.
Mulai dari traktor roda empat dan dua, combine harvester, rotavator, transplanter, power thresher, pompa air dan drone pertanian.
Baca Juga: Air di Sawah Setinggi Pinggang, Petani di Jejangkit dan Mandastana Batola Terancam Gagal Tanam
Baca Juga: Tangani Banjir di Jejangkit, Pemkab Batola Memprioritaskan Pencegahan
"Brigade Pangan Lestari sendiri sudah menerima 1 unit traktor roda empat, 1 unit combine harvester, 1 unit rotavator, 3 unit pompa air sentrifugal, dan 1 unit transplanter," jelas Subhan.
"Sedangkan saprodi yang diterima berupa benih varietas BP-42 sebanyak 8.200 kilogram, dan siam kabul sebanyak 400 kilogram," sambungnya.
Sementara untuk permodalan, mereka sudah mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI dengan platform pinjaman sebesar Rp50 juta.
Namun kendala utama di Jejangkit tetap banjir. Mereka khawatir jadwal tanam selalu mundur dari tahun ke tahun, karena air di lahan pertanian tak kunjung surut.
Diketahui petani di Jejangkit terpaksa menunda tanam dari seharusnya Maret 2025 menjadi akhir Mei 2025. Penyebabnya adalah banjir yang terjadi sejak pertengahan Desember 2024.
Imbasnya hingga Juni 2025, baru sekitar 295 hektare yang dapat ditanami padi dari total 9.799 hektare Lahan Baku Sawah (LBS) di Jejangkit.
"Kami berharap saluran-saluran air bisa terhubung ke Sungai Barito, sehingga Jejangkit tidak terus kebanjiran dan jadwal tanam tidak mundur lagi," tukas Subhan.
Senada dengan Subhan, Rusbandi dari Brigade Pangan Sahabat Tani di Desa Jejangkit Pasar mengharapkan pemerintah lebih dulu membenahi tata kelola air di Jejangkit.
"Sebelumnya sampai 2005, kami bertani dengan nyaman dan terkendali di Jejangkit. Kadang bisa dua sampai tiga kali tanam setahun," kenang Rusbandi.
"Namun setelah 2021 atau sejak perusahaan perkebunan sawit menerapkan pompanisasi dan membuang air dari kebun ke saluran-saluran yang terhubung ke Jejangkit, kami selalu kebanjiran," cecarnya.
Dampak banjir tersebut begitu luas. Tidak hanya merendam rumah warga dan fasilitas umum lain, lahan pertanian juga tidak bisa digarap.
Padahal Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III sudah melarang perusahaan sawit membuang air ke Sungai Alalak yang terhubung langsung ke Jejangkit.
"Makanya kami meminta pemerintah bisa berkomunikasi dengan perusahaan agar tidak lagi membuang air ke Sungai Alalak," tegas Rusbandi.
"Juga menghentikan pompanisasi yang terhubung ke saluran di Jejangkit, khususnya dari Handil 5 sampai 14. Kemudian saluran sekunder yang menuju Sungai Barito jangan ditutup," imbuhnya.
Menanggapi keluhan para petani, Bahrul Ilmi juga berharap banjir tak terjadi lagi dan berupaya melalui program normalisasi saluran-saluran yang terhubung ke Sungai Barito dan Sungai Alalak.
Baca Juga: Curah Hujan Tinggi, Ribuan Batang Tanaman Cabai di Jejangkit Batola Terancam Mati
Baca Juga: Walhi Kalsel Soroti Eks Lahan HPS di Jejangkit Batola hingga Gagal Tanam
"Artinya kami berupaya berbenah diri dulu. Kalau sudah berbenah (normalisasi saluran), tetapi masih banjir juga, berarti penyebabnya bukan dari diri sendiri," sahut Bahrul.
"Dalam beberapa hari kedepan, alat berat sudah masuk untuk pengerukan di Jejangkit. Masyarakat juga diharapkan mendukung. Kalau pun sedikit tanah hak milik terkena pengerukan, kami meminta diikhlaskan saja demi kepentingan bersama," tambahnya.
Selain normalisasi saluran-saluran di Jejangkit, Bahrul Ilmi mengapungkan wacana untuk berkolaborasi dengan Pemkot Banjarmasin.
"Kami akan menjajaki kerja sama dengan Pemkot Banjarmasin untuk normalisasi Sungai Alalak, khususnya di dekat Masjid Kanas (Masjid Jami' Tuhfaturroghibin) yang mengalami penyempitan," beber Bahrul.
"Diharapkan upaya itu dapat memperlancar aliran air dari Sungai Alalak ke Sungai Barito, sehingga tak menggenangi Jejangkit," sambungnya.
Selain menjanjikan normalisasi saluran menyeluruh, Bahrul juga mengungkap rencana membuat tanggul di setiap 5 hektare lahan pertanian dalam upaya memperbaiki tata kelola air.
"Kalau air di lahan berlebihan, berarti langsung dibuang. Sebaliknya kalau sudah sesuai, berarti air harus ditahan. Dengan demikian, pertanian tidak menunggu musim dan panen bisa dilakukan tiga kali setahun," cetus Bahrul.
"Apabila 80 persen LBS dapat dioptimalkan, Batola dapat tanam dan panen setiap hari, karena areal yang digunakan dapat dikondisikan. Ujung-ujungnya Batola bisa membangun pabrik beras terbesar di Kalimantan Selatan," tambahnya.
Namun demikian, Bahrul menyadari bahwa cita-cita itu tak bisa dicapai tanpa dukungan semua pihak, termasuk Brigade Pangan.
"Brigade Pangan juga harus semangat. Kedepan saya berharap Brigade Panngan banyak berdialog dengan saya, khususnya kendala-kendala di lapangan. Terlebih potensi terbesar yang dikembangkan di Batola adalah pertanian," tutup Bahrul.