bakabar.com, MAGELANG - Tari Kinnara Kinnari, karya seni yang diciptakan seniman sekaligus dalang legendaris asal Magelang, Eko Sunyoto pada 2007.
Gerak lincah para penari menghidupkan sorot panggung yang sebelumnya sepi. Pakaian mereka gemerlap, lengkap dengan gemerincing gelang kaki dan selendang yang dijadikannya sayap.
Uniknya, rias dan soleknya dibuat menyerupai burung namun kepala dan tubuhnya manusia.
Tari Kinnara Kinnari, karya seni yang diciptakan seniman sekaligus dalang legendaris asal Magelang, Eko Sunyoto pada 2007.
"Nama, isi dan ceritanya mengadaptasi dari relief Candi Borobudur," kata Eko Sunyoto, Selasa (10/10).
Eko menuturkan, sebelum menciptakan tarian tersebut, ia melakukan sejumlah eksplorasi dan penelitian mendalam.
Baca Juga: Tari Gedruk, Kesenian Rakyat yang Berkembang di Kedu Raya
Sebab, menciptakan mengadaptasi relief tak hanya sekedar metode bercerita dengan gerak, namun juga seni bertutur dengan indah.
Tarian berdurasi kurang lebih 12 menit tersebut menggambarkan dua makhluk setengah manusia dan setengah burung yang menjaga Kalpataru atau pohon kehidupan serta pundi pundi rejeki.
"Laki-lakinya adalah Kinnara yang perempuan Kinnari dengan didampingi lima bidadari," jelas Eko.
Sesuai temanya, para penari tersebut mengenakan kostum burung berwarna perak mengkilat, putih dan emas.
Tarian tersebut dibawakan 1 remaja laki-laki dan 4 perempuan yang terganbung di Sanggar Kinnara Kinnari.
"Kalau jumlah penari sebenarnya fleksibel, yang tidak berubah pemaknaan ceritanya," kata Eko.
Lebih lanjut, Eko menuturkan, para penari tersebut sudah digembleng dengan olah tubuh yang intensif di Sanggar Kinnara Kinnari.
Sebagai informasi, Sanggar Kinnara Kinnari terletak di Tingal Kulon RT 02 RW 02 Wanurejo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Eko menuturkan, Tari Kinnara Kinnari biasanya dibawakan siswanya dari berbagai usia.
Baca Juga: Boog Kotta Leiding, Saluran Air di Tengah Kota Magelang Sejak Era Kolonial
"Kalau untuk Tari Kinnara Kinnari paling kecil Sekolah Dasar (SD), ada juga yang Sekolah Menengah Atas (SMA)," katanya.
Berbeda dengan tarian Jawa klasik bercorak Jogja atau Solo, ciri khas tari bertema relief cenderung mengutamakan detil bentuk gerak tubuh.
Tak hanya melatih gerak, Eko juga mengajak siswanya untuk mengolah emosi agar dapat menari dengan rasa dan hati.
"Maka ada tritmen meditasi, jadi anak bukan hanya sekedar menari, tapi juga bisa mengontrol diri," tuturnya.
Ia berharap, Tari Kinnara Kinnari bisa menjadi sarana untuk mengenalkan sekaligus mengajak anak lebih mencintai budayanya.
"Jadi, mereka bisa semakin paham bahwa seni itu luas dan harus lestari, karena kewajiban Nguri-Nguri (melestarikan) ada di tangan generasi muda," pungkasnya.