bakabar.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan penanganan daerah rawan gizi adalah tanggung jawab bersama, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah mempunyai porsi yang lebih besar untuk menangani masalah stunting di daerahnya masing-masing.
"Tanggung jawabnya itu sudah dibagi antara pusat dan daerah, dan sebetulnya daerah yang lebih punya tanggung jawab," ujar Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (5/7).
Muhadjir juga memaparkan, pemda harus mengalokasikan anggaran di APBD provonsi dan kabupaten/kota khusus untuk pencegahan stunting, gizi buruk, dan kemiskinan ekstrem. Selain itu diperlukan kolaborasi dengan BUMD dan BUMN dalam pencegahan stunting, dengan skema dana CSR.
"Mestinya alokasi dananya juga nyata di APBD baik pemerintah daerah, kabupaten/kota, dan dibantu dengan dana pusat yang disalurkan melalui Kementerian Sosial. Kita juga memonitor dan melakukan langkah intervensi," ujarnya.
Baca Juga: Luar Biasa! Ada 16 Ribu Balita Stunting di Kabupaten Bogor
Muhadjir menjelaskan, alokasi anggaran harus tepat sasaran dan sesuai target. Untuk itu, anggaran tahun depan untuk pencegahan stunting akan dilakukan penataan lebih detail.
"Mudah-mudahan tahun anggaran depan kita bisa melakukan penataan ulang anggaran, tekait khususnya pencegahan stunting dan masalah gizi di beberapa titik rawan" ujarnya.
Terkait target penurunan stunting sebesar 14% pada tahun 2024, Muhadjir optimistis hal tersebut bisa tercapai. Meskipun ia menilai target yang ditetapkan pemerintah cenderung ambisius.
Muhadjir mencontohkan penanganan stunting di Sumatera selatan, yang mampu menurunkan angka sampai 6,5 persen. Hal itu bisa jadi rujukan daerah lainnya jika memiliki keinginan yang kuat.
Baca Juga: Dana Pinjaman Rp 9 Triliun, Bank Dunia: untuk Atasi Stunting
"Kita waktunya tinggal 1,5 tahun, jadi target minimum pertahun 3,8%, dari target penurunan angka stunting 14%. Memang target sangat ambisius, tapi jelas kita optimistis bisa tercapai," ujarnya.
Selain itu, lanjut Muhadjir, BKKBN telah mengantongi data lengkap wilayah-wilayah yang masuk kategori rawan stunting.
"Insyalaah datanya sudah by name dy adress, sekarang di tangan BKKBN, mulai dari gizi buruk, stunting, under wiegh, dan over weight," tutupnya.
Sebelumnya Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat, terdapat 12 provinsi pada kondisi status waspada atau sebanyak 35,29%. Provinsi tersebut di antaranya Nangroe Aceh Darussalam, Daerah Istimewa Yogyakarta, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.