Perda RTRW

Tak Punya RTRW, Tambak Ilegal di Pantai Jember Tidak Bisa Ditindak

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember saat ini tak bisa berbuat apa-apa dalam melakukan penertiban tambak ilegal di sepanjang pantai selatan.

Featured-Image
Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Jember Akhyar Tarfi ketika sampaikan buruknya tata ruang di Jember. (apahabar.com/M Ulil Albab)

bakabar.com, JEMBER - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember saat ini tak bisa berbuat apa-apa dalam melakukan penertiban tambak ilegal di sepanjang pantai selatan yang terletak di Kecamatan Kencong dan Puger.

Pasalnya, hingga saat ini, Pemkab Jember tak memiliki regulasi dalam bentuk Perda RTRW yang mengatur tentang sempadan tambak yang berbatasan dengan pantai, termasuk penegakan aturan terkait hal tersebut.

"Tambak ilegal masih dalam reviu, karena Perda RTRW menjadi bagian yang harus jadi persyaratan teknis di dalamnya," ungkap Sekretaris Komisi B DPRD Jember David Handoko Seto kepada bakabar.com, Kamis (31/8).

Perda tersebut, kini sedang dalam tahap revisi oleh tim Bapemperda DPRD Jember. Pembahasannya baru akan dimulai pada pertengahan September 2023.

Baca Juga: DPRD Soroti Pembangunan Hotel di Lahan Pertanian Jember

"Untuk saat ini Jember masih dalam kondisi kekosongan regulasi," ungkapnya.

Sejauh ini, kata David, jumlah tambak ilegal dan permukiman di sempadan pantai berpotensi terus bertambah. Apalagi kawasan tersebut dinilai strategis sebab berada di kawasan jalur lintas selatan (JLS).

"Berpotensi terus bertambah, dan Pemkab Jember tidak bisa berbuat banyak, karena masih tersandera dengan aturan yang belum selesai," terangnya.

Jika RTRW Kab. Jember akhirnya disahkan, ujar David, langkah selanjutnya adalah menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). RDTR yang menjadi patokan pelaksanaan teknis di lapangan.

Baca Juga: Pesta Ultah Nikah Bupati Jember di Hari Kerja, Bolosaif Lapor DPRD

"Sekarang posisi menggantung, Pemkab tidak bisa eksekusi, sementara masyarakat yang mengelola tambak juga tidak bisa mengurus perizinan," paparnya.

Buruknya Tata Ruang

Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Jember Akhyar Tarfi mengungkapkan, sejak tahun 2001, pihak pemkab baru pada tahapan melakukan analisa kualitas tata ruang di Jember.

Hasil analisa itu dikeluarkan melalui surat keputusan bupati, yang menyebut tata ruang wilayah Jember buruk. Nilainya bahkan tidak sampai 60.

"Dari hasil evaluasi, kondisi jember tata ruangnya, kondisinya buruk. Nilainya tak sampai 60," ungkap Akhyar ketika RDP di Komisi B, Selasa (28/) dihadiri bakabar.com.

Baca Juga: Konflik Berujung Rusak Rumah Warga, 25 Massa PSHT Jember Diamankan

Kondisi tersebut juga selaras dengan Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang masih memasuki tahap revisi.

Kendati demikian, seandainya Jember sudah memiliki Perda RTRW yang melindungi sejumlah kawasan, mulai dari kawasan hijau, pertanian hingga pertambangan, diprediksi akan tetapada celah terkait alih fungsi lahan.

Pasalnya, Perda RTRW selalu mengacu pada aturan regulasi di atasnya, di tingkat provinsi maupun nasional. Dengan begitu, selalu ada celah bagi pihak tertentu dalam hal penyalahgunaan lahan.

"Kalau pun kawasan pertanian, bisa dibangun hotel dan lain-lain. Jadi dimungkinkan. Meski sudah ditetapkan RTRW, bukan berarti sudah mutlak," ujar Akhyar.

Baca Juga: 3 Wilayah di Jember Alami Kekeringan, Diperkirakan Terus Meluas

Seperti halnya, rencana pembangunan hotel bintang 4 di Jalan Udang Windu, Lingkungan Krajan Kelurahan Mangli, Kecamatan Kaliwates. Berdasarkan aturan tata ruang Kabupaten Jember, sejatinya kawasan tersebut merupakan lahan sawah lindung. Namun dalam Perda RTRW di tingkat provinsi disebut sebagai kawasan permukiman.

"Jadi ada ketentuan yang jadi celah masuk, yang tidak sesuai dengan RTRW. Misal, mengacu tata ruang, kawasan yang dibangun hotel kawasan pertanian. Tapi mengacu provinsi, ini kawasan permukiman," jelasnya.

Jika dibiarkan, kondisi yang ada akan terus memburuk. Perda RTRW yang tak kunjung disahkan, akan berdampak terhadap iklim investasi di Kabupaten Jember.

Menurut Akhyar, jika dihitung-hitung, jumlah investasi yang gagal masuk telah mencapai Rp10 triliun hingga Agustus 2023. Itu karena investor tak ingin mengambil risiko dari aktivitas perizinan seiring absennya Perda RTRW.

Baca Juga: Harga Gabah di Tingkat Petani Jember Melonjak, Peluang Impor Terbuka

Para investor itu akhirnya mencari lokasi lain di kabupaten lain. Investasi akhirnya gagal masuk ke Jember. "Itu nilai yang tidak sedikit. Hitungan kami, investasi yang macet di Jember ini hampir Rp10 trilun," paparnya.

Sementara itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) berharap, DPRD Jember bisa gerak cepat untuk menggodok Perda RTRW, sebab akan berguna untuk arah kebijakan pembangunan hingga 20 tahun mendatang.

Pihak kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengibaratkan selalu menerima bola panas, setiap kali ada investasi yang ingin masuk ke Jember. Itu terjadi karena buruknya kualitas Perda RTRW.

Sementara itu, Ketua Bapemperda DPRD Jember Mufid menjelaskan, Raperda RTRW sudah memasuki pembahasan tahap satu. Tahapan ini memastikan dokumen yang dibutuhkan sudah siap, seperti naskah akademik, draf Raperda, hingga harmonisasi di kementerian.

Baca Juga: Karyawan Diputus Kontrak Sepihak, Buruh WCT Jember Tuntut Hak Pekerja

Mufid menargetkan, pada pertengahan September 2023, substansi Perda RTRW bisa segera dibahas. "Tahap ini juga melihat pendukung lain seperti berita acara dari Gubernur Jatim serta rekomendasi dan validasinya," katanya.

Mufid menambahkan, "Semua dokumen tersebut tinggal diserahkan ke pimpinan untuk diagendakan pembahasan selanjutnya."

Editor
Komentar
Banner
Banner