bakabar.com, JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebut kebijakan subsidi pembelian dan konversi motor listrik bisa memperkuat industri kendaraan listrik sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih berkelanjutan.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua.
Namun dalam peraturan tersebut, penerima manfaat secara spesifik dibatasi. Kriteria penerima dibatasi dengan syarat sebagai penerima manfaat kredit usaha rakyat, bantuan produktif usaha mikro, bantuan subsidi upah, atau penerima subsidi listrik sampai dengan 900 VA.
Pembatasan kriteria penerima subsidi motor listrik tersebut dinilai menjadi penyebab lesunya penjualan kendaaran listrik roda dua di Indonesia. Lantaran penerima subsidi hanya dibatasi untuk kategori masyarakat tidak mampu, dan kebanyakan mereka tidak memiliki urgensi untuk membeli motor listrik.
Baca Juga: Motor Listrik Alva Cervo Meluncur di Indonesia, Cek Spek dan Harganya
"Mengapa sampai hari ini baru ada 500-an motor listrik yang terjual dari target pemerintah 200 ribu unit diakhir tahun? Kalau kita lihat untuk sasarannya itu belum tentu mereka membutuhkan motor listrik," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, saat dihubungi bakabar.com, Sabtu (27/5).
Fabby menilai, pemerintah harus mengevaluasi Permenperin tersebut, dengan tidak memberikan batasan khusus bagi penerima subsidi kendaraan motor listrik.
"Jadi kalau saya bilang yang harus dievaluasi oleh pemerintah adalah persyaratan khusus dalam permenperin itu, karena itu membuat kelompok sasarannya menjadi sangat-sangat terbatas," ujarnya.
Fabby juga menilai, ketika penerima subsidi motor listrik hanya ditargetkan bagi masyarakat menengah ke bawah, hal itu menjadi salah sasaran. Seharusnya subsidi diprioritaskan kepada masyarakat umum dengan segmentasi lebih luas, utamanya mereka yang ingin membeli motor perdana atau yang ingin mengganti motor sebelumnya yang sudah berusia 8 tahun lebih.
Baca Juga: Konversi Motor Listrik, Kementerian ESDM Latih 20 Bengkel Motor UMKM
"Kalau misalnya kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah apakah punya punya kemampuan finansial walaupun dikasih bantuan pemerintah? Saya ragu, untuk itu mereka punya kemampuan finansial untuk saat ini tidak perlu-lah terlalu dibatas-batasi," ujarnya.
"Jadi, harusnya kebijakan itu ditujukan kepada masyarakat yang hendak motor membeli motor pertama," imbuhnya.
Selanjutnya, Fabby menekankan, kebijakan tersebut seharusnya secara tegas mengatur subsidi motor listrik hanya diperuntukkan kepada masyarakat yang baru pertama kali membeli, termasuk kepada mereka yang ingin beralih ke motor listrik.
"Yang juga harus diatur adalah orang yang sama tidak boleh mendapatkan dua kali. Itu saja cukup hanya sekali, jadi siapapun eligible, tidak harus UMKM atau masyarakat kurang mampu?" ujarnya.
Baca Juga: Mekanisme Subsidi Motor Listrik, Moeldoko: Pemerintah Lakukan Evaluasi
Fabby menyimpulkan, salah satu alasan mengapa penjualan motor listrik kurang diminati masyarakat karena adanya pembatasan kriteria penerima subsidi. Padahal target 200 ribu unit penjualan motor listrik dinilai sangat realistis, jika dilihat dari total angka penjualan motor setiap tahun. Pasalnya, rata-rata penjualan motor bahan bakar minyak tiap tahun mencapai 5,5 juta unit.
"Kalau dihitung target penjualan motor listrik itu cuma 4% persen dari total penjualan motor bensin setiap tahun. Salah satu syaratnya kalau dibatasi seperti itu, kalau dengan ada persyaratan khusus, itu membatasi potensi pasar yang membeli motor listrik," pungkasnya.