bakabar.com, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan rasio utang pemerintah yang sebesar 39,57 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) termasuk sehat.
Alasannya, rasio tersebut masih di bawah ketetapan undang-undang (UU) yang mengatur utang pemerintah maksimal 60 persen PDB.
"Anda terobsesi yang dianggap sehat itu negara tidak ada utang, ya tidak ada. Semua negara, bahkan itu Brunei Darussalam maupun Arab Saudi punya utang," ujar Sri Mulyani dalam acara "Kuliah Umum media Indonesia" yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat (3/2).
Ia mengatakan rasio utang tersebut cenderung menurun dari rasio sebelumnya yang berada di kisaran 40 persen dari PDB saat pandemi COVID-19 melanda. Penurunan utang, kata Bendahara Negara itu, dilakukan oleh pemerintah dengan terus mengejar penerimaan negara terutama saat perekonomian sedang baik.
Baca Juga: Sri Mulyani Bantah Pemerintah Hobi Berhutang dan Senang Defisit
Maka dari itu, reformasi perpajakan terus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara, baik dari segi pajak penghasilan (PPh) untuk orang pribadi, PPh korporasi, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak ekspor, bea masuk, bea keluar, dan royalti.
Seluruh penerimaan negara tersebut terus dikumpulkan agar bisa membiayai belanja negara untuk masyarakat. Dengan begitu pemerintah tidak perlu melakukan pembiayaan melalui utang.
"Jadi kalau kita bicara tentang pengelolaan utang itu identik dengan mengelola seluruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita," tegasnya.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Kemenkeu Sempat Dikenal sebagai Sarang Korupsi
Sri Mulyani memastikan, manajemen utang pemerintah dilakukan secara bijaksana. Itu sebabnya lembaga pemeringkat internasional pun memberikan peringkat yang baik bagi utang Indonesia yakni cenderung di level BBB dengan outlook stabil.
"Berbagai lembaga internasional yang dimaksud seperti Fitch Ratings, Moody's Investor Service, dan Standard and Poor's (S&P)," katanya.