Relax

Spesialis Barang KW, Begini Strategi Cina Kuasai Perdagangan Dunia lewat ‘Made in China’

apahabar.com, JAKARTA – Made in China. Hasrat untuk menghujat agaknya masih terbenam di benak segelintir orang,…

Featured-Image
Ilustrasi barang produk Cina (Foto:Getty)

bakabar.com, JAKARTAMade in China. Hasrat untuk menghujat agaknya masih terbenam di benak segelintir orang, tatkala melihat label bertuliskan demikian terpampang jelas pada suatu barang.

Bukan tanpa alasan, Negeri Tirai Bambu memang sedari dulu terkenal gemar menjiplak produk branded. KW Super, KW Premium, KW 1, KW 2 - begitu sebutan untuk barang tiruan produksi Cina. Entah bagaimana awalnya, yang pasti, hal itu memunculkan stigma bahwa pengguna barang berlabel Made in China adalah mereka yang ingin 'tampil necis dengan dompet tipis.'

Tentu, kebiasaan Cina yang terus-terusan menerapkan prinsip ATM - amati, tiru, modifikasi -

membuat produsen asli dari barang yang dijiplaknya itu naik pitam. Persoalan terkait hak cipta bahkan sampai bergulir di meja hijau, sebagaimana kasus mobil Zotye Auto yang dituntut oleh Range Rover.

Pasal Dibalas Pasal

Perdebatan soal Cina yang nekat plagiat sebagai awal 'inovasi' untuk membuat produk sendiri, ternyata sudah menjadi bola panas sejak tahun 1970-an. Kala itu, ketika Amerika menyepakati hubungan dagang dengan Cina, mereka merasa ada yang tak beres dengan perlindungan hak kekayaan intelektual.

Amerika berusaha menyelesaikan masalah ini menggunakan berbagai metode, salah satunya dengan Pasal 301 Trade Act tahun 1974. Beleid ini mengizinkan Presiden Amerika melakukan penyelidikan dan menjatuhkan sanksi kepada negara yang diduga terlibat praktik perdagangan tidak adil dan mengancam kepentingan ekonomi Paman Sam.

Selain itu, atas permintaan eksekutif bisnis Amerika, Cina sampai ditempatkan ke dalam Daftar Pengawasan Prioritas pada 1989. Alih-alih panik, Negeri Tirai Bambu malah 'menyerang' balik dengan meneken Undang-Undang Hak Cipta pada 1990.

Namun, beleid tersebut boleh dibilang hanya simbolis, bukan substantif. Peraturan ini, salah satunya, mengatur karya asing yang hak ciptanya sudah dilindungi di negara lain, tak bakal diberi perlindungan di Cina. Amerika pun menganggap ini hanya akal-akal Cina belaka.

Dilindungi Pemerintah Daerah

Keberadaan barang palsu yang tumbuh subur di Cina juga tak terlepas dari andil pemerintah daerah. Usut punya usut, perlindungan produk KW oleh pemangku jabatan setempat dipicu dimulainya masa Reformasi dan Keterbukaan.

Sedari tahun 1978, beban pejabat pemerintah daerah di Cina makin berat. Mereka diangkat dan diberhentikan berdasarkan penilaian kompleks, utamanya berlandaskan evaluasi kinerja ihwal pembangunan ekonomi dan stabilitas sosial di daerahnya.

Ditambah lagi, sistem perpajakan Cina yang mengalami reformasi pada 1994, membuat pemerintah daerah - baik provinsi, kota, maupun kabupaten - bertanggung jawab atas kesehatan fiskal mereka sendiri.

Akibatnya, pengambil keputusan politik di tingkat lokal kurang termotivasi untuk menindak tegas industri barang palsu, terlebih kalau produsen barang aslinya tidak berlokasi di daerah mereka. Hal ini tentu berkontradiksi dengan keputusan pemerintah pusat, yang konon giat memberantas barang KW.

Pemerintah daerah, di sisi lain, justru 'terpaksa' tetap menjadi perisai bagi perusahaan pemalsu itu. Tak lain dan tak bukan, ini dilakukan semata-mata demi mengamankan posisi politik mereka di daerah kekuasaannya.

Kuasai Perdagangan Dunia

Terlepas dari kontroversi yang menyelimutinya, barang KW berhasil membuat Cina menguasai pasar global. Sejak negara ini aksesi ke World Trade Organiation (WTO) pada 2001 silam, ekonominya tumbuh antara 6-13 persen per tahun.

Faktor utama yang membuat barang KW sukses mendunia ialah harganya terjangkau. Produk tiruan brand ternama ini menyasar konsumen kalangan bawah, atau yang biasa dikenal ingin 'bergaya necis dengan dompet tipis.'

Selain berharga miring, kualitas barang KW asal Cina juga tak begitu buruk. Malahan, banyak produsen barang palsu yang menjiplak sedemikian rupa, sehingga kualitasnya hanya berbeda tipis dengan produk asli.

Negeri Tirai Bambu itu agaknya juga menganut prinsip 'sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit.' Mereka lebih berorientasi pada untung kecil namun terjual banyak, ketimbang untung besar dengan penjualan sedikit. Inilah sebabnya, produsen Cina berani membanting harga, sekalipun barang yang dijual berkualitas baik.

Demikianlah sekilas strategi Cina dalam menguasai pasar global melalui produk-produk KW buatannya, yang dirangkum dari berbagai sumber. Kalau Anda sendiri, apakah merasa malu mengenakan barang berlabel Made in China? (Nurisma)



Komentar
Banner
Banner