Sidang KPK

Soal Vonis 10 Tahun MHM, Pakar Tuding KPK Diintervensi!

Pakar hukum pidana, Prof Suparji Ahmad menyayangkan vonis 10 tahun dan uang pengganti Rp110 miliar terhadap Mardani H Maming (MHM).

Featured-Image
Mardani H Maming. Foto: Suara

bakabar.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana, Prof. Suparji Ahmad, menyayangkan vonis 10 tahun dan uang pengganti Rp110 miliar terhadap Mardani H Maming (MHM).

Dosen hukum Universitas Al-Azhar tersebut menilai seharusnya tidak boleh ada satupun pihak yang berhak untuk mengintervensi jaksa KPK sebagai aparat yang independen dalam mendakwa MHM. 

"KPK lembaga independen, tidak boleh ada intervensi dari siapapun," ujar Suparji Ahmad, saat dihubungi bakabar.com, Selasa (21/2).

Baca Juga: Soal TPPU MHM, Pakar Hukum Pidana: Harus Jelas Kerugian Negaranya

Suparji menyatakan KPK harusnya memberikan alasan logis kepada publik ketika memberikan tuntutan pidana denda. Vonis berupa 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp110 miliar yang dibebankan kepada MHM pun dinilai terlampau berat.

Sebagaimana diketahui, MHM telah berkali-kali menyampaikan tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan dari peralihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN semasa ia menjabat bupati Tanah Bumbu, 2011 silam. 

Walhasil vonis 10 tahun dan denda uang pengganti Rp110 miliar terhadap MHM berbuntut pada permohonan banding dari kedua belah pihak. "Soal uang pengganti, tentunya harus ada alasannya," ungkapnya.

Baca Juga: Pembelaan MHM: Tuduhan JPU Membonsai Tunas-Tunas muda

Sekali lagi, ia meminta KPK harus bisa membuktikan dan memberikan alasan yang jelas pada proses banding nanti. Diketahui, jaksa KPK sebelumnya menuntut MHM selaku terdakwa hukuman 10 tahun penjara dan denda uang pengganti Rp118 miliar.

"Ya, proses hukum berikutnya. Kalau tingkat satu sudah selesai, harus diperjelas bandingnya," pungkasnya.

Mardani H Maming selaku eks bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan sebelumnya divonis 10 tahun penjara dengan denda uang pengganti senilai Rp110 miliar dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Jumat (10/2).

"Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp110 miliar," kata Hakim Ketua, Heru Kuntjoro.

Hakim Heru menambahkan uang pengganti harus dibayar MHM dalam kurun waktu satu bulan ke depan usai pembacaan putusan. Jika tak dapat dipenuhi, jaksa akan menyita harta benda milik MHM untuk dilelang.

Baca Juga: Tuntutan Kasus MHM Terlalu Maksa, Pakar Hukum: Titipan Pesaing Bisnis

"Jika terdakwa tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, harta bendanya yang dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," ujarnya.

Merespons vonis tersebut, enam hari berselang, jaksa KPK rupanya masih keberatan dan mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada MHM. 

"Tim JPU mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Banjarmasin terkait perkara Mardani Maming," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Kamis siang (16/2).

Sore harinya, pihak MHM yang melihat dugaan gratifikasi pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara PT BPKL ke PT PCN sarat kepentingan bisnis dari rival politiknya balik melawan. Mereka turut mengajukan banding. 

Baca Juga: Jauh dari Fakta Persidangan, Kuasa Hukum MHM: Tak Ada Sepeser pun Kerugian Negara

Sebelumnya, berbekal kesaksian Hendry Soetio, Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara yang telah tutup usia 2021 silam, KPK menetapkan MHM sebagai tersangka. Menariknya, penetapan tersebut terhitung singkat. Hanya berselang sepekan setelah KPK menerbitkan surat dimulainya penyelidikan.

Bicara soal pengalihan IUP, terbitnya izin tersebut sedianya telah melalui kajian di tingkat daerah hingga pusat. Bahkan IUP yang dikeluarkan telah mendapat stempel clear and clean dari Kementerian ESDM

Editor


Komentar
Banner
Banner