bakabar.com, BANJARMASIN – Pengamat Politik sekaligus Direktur Jaringan Demokrasi Indonesia Kalimantan Selatan (Kalsel) Samahudin Muharram angkat bicara terkait 4.000 Warga Binaan Pemasyarakatan (Pemasyarakatan) yang terancam gagal nyoblos di Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April 2019 mendatang.
Menurutnya, Pemilu ini bukan hanya menyangkut dengan jumlah suara atau pemilih. Lebih penting lagi, yakni mengenai hak konstitusional warga negara yang diatur dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
“Siapa pun dia. Oleh sebab itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) baik tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota harus benar-benar mendata hak konstitusional ini,” ucap Mantan KPU Kalsel ini.
Baca Juga: Money Politics Berbungkus Sedekah, MUI Kalsel: Bentuk Manipulasi Agama
Kasus semacam ini, kata dia, merupakan perihal baru di Kalsel. Sebelumnya, beluk pernah terjadi sekitar ribuan WBP yang terancam gagal nyoblos di pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Meski demikian, ia tetap optimis ribuan WBP tersebut mampu menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan Surat Keterangan (Suket) berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA)di Pemilu, Rabu (17/4/2019) akan datang.
“Hanya saja KTP yang bersangkutan harus dilihat terlebih dahulu domisilinya. Apabila sudah sesuai antara KTP dan Daerah Pemilihan (Dapil), maka wajib berikan haknya untuk memilih,” tegas dia.
Sebaliknya, sambung dia, apabila KTP WBP itu tak sesuai dengan domisili menggunakan hak pilihnya, maka harus disesuaikan terlebih dulu.
Terkait Narapidana yang berdomisili di luar dari Kalsel, maka hanya hak pilihnya hanya bisa dipergunakan untuk memilih calon presiden dan calon wakil presiden.
“Namun, tetap melapor lebih awal di TPS dengan membawa E-KTP atau identitas lainnya,” tutupnya.
Sebelumnya, Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kalsel mengakui bahwa setengah dari jumlah keseluruhan warga binaan permasyarakatan (WBP) atau narapidana (Napi) di Banua telah melakukan perekaman kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Meminjam data Disdukcapil sebanyak 4.000-an warga binaan yang masih belum memiliki E-KTP. Jumlah itu Berbeda dengan data Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Kalsel yang hanya sebanyak 3.000 orang.
"Kita telah berhasil merekam sebanyak 50 persen dari 4.000 lebih e-KTP milik warga binaan Lapas Kemenkumham Kalsel," konfirmasi Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Ardiansyah kepadabakabar.comdi Banjarmasin, Jumat (12/4) sore tadi.
Ribuan warga binaan permasyarakatan (WBP) atau narapidana (Napi) di Kalimantan Selatan harap-harap cemas. Sebab jelang pemilihan umum yang tinggal menghitung hari suara mereka terancam hangus lantaran belum terekam.
Disdukcapil mengaku kesulitan merekam E-KTP semua napi. Warga binaan tersebut kadang tak memiliki identitas yang jelas. Terkadang malah ada yang dengan sengaja tak ingin menyebutkan identitasnya.
"Ini kenyataan di lapangan yang terjadi," jelas dia. "Tapi, secara perlahan kita berusaha mengungkit identitas yang bersangkutan," cetusnya.
Pihaknya mengerti bahwa warga binaan itu tak mau adanya keikutsertaan keluarga. Ia pun takkan menyerah dalam penyelesaian masalah perekaman tersebut. Walaupun, apabila melakukan perekaman ulang harus memerlukan waktu yang relatif lama.
"Kalau ini sudah direkam, kemudian direkam kembali, otomatis verifikasinya harus ke Jakarta," tegasnya.
Lantas, apakah para napi ini dapat menyalurkan hak suara mereka saat pemilu yang tinggal menghitung hari? Disdukcapil agak pesimistis.
Sampai dengan H-5 Pemilu, pihaknya tak yakin semua e-KTP mereka mampu terekam semua. Akan tetapi, warga binaan itu masih bisa mencoblos ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Caranya dengan menggunakan Surat Keterangan (Suket) berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung.
Kendala lain, tambah dia, Lapas tak memiliki data yang valid terkait warga binaannya. Berdasarkan informasi, dalam menerima warga binaan hanya berdasarkan titipan dari kejaksaan dan kepolisian tanpa harus dilampirkan identitas yang jelas.
"Harusnya dikroscek kembali, apakah pengakuan yang bersangkutan itu benar. Semoga ke depannya, apabila menerima warga binaan itu harus dengan identitas yang jelas," ujarnya.
"Intinya dari 4 April sampai dengan hari ini kami terus melakukan kerja gotong royong seluruh kabupaten dan kota untuk membantu perekaman dan percepatan E-KTP di Lapas," tambahnya seraya mengakhiri.
Adapun Lapas yang dimaksud, kata dia, yakni Lapas Teluk Dalam Banjarmasin, Lapas Karang Intan Martapura dan Lapas Perempuan dan Anak Banjarbaru.
Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kalimantan Selatan (Kemenkumham Kalsel) mengakui jika ribuan napi terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya.
"Sampai saat ini masih dilakukan perekaman e-KTP di beberapa Rutan di Kalsel," ucap Kepala Bidang Pembinaan Divisi Kemasyarakatan Kemenkumham Kalsel, Kusbiantoro kepadabakabar.com, Jumat (12/4/) siang.
Meski demikian pihaknya enggan tinggal diam. Kemenkumham berjanji mengupayakan mereka dapat menggunakan hak suara dan ikut menyukseskan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Namun, apabila ribuan warga binaan itu tak teridentifikasi Disdukcapil setempat Kemenkumham tak bisa berbuat apa-apa. 3.000 suara napi sudah pasti hangus. Di Lapas Karang Intan misalnya, perekaman E-KTP masih dilakukan.
"Kita hanya bisa menunjukkan berapa jumlah warga binaan. Apabila dari Disdukcapil menyebutkan warga binaan itu tak teridentifikasi, maka kita tak bisa memaksakan," tegasnya.
Dalam upayanya, Kemenkumham akan mencoba berbicara dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalsel. Termasuk menyampaikan apa saja kendala jajaran Divisi Kemasyarakatan.
Menanggapi ini, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalsel, Siswandi Reya'an mengatakan KPU Kalsel melayani pemilih yang berbasis DPT, DPTb,dan DPK, termasuk para warga binaan.
Untuk menjadi pemilih sebenarnya cukup memiliki identitas kependudukan, baik berupa e-KTP maupun surat Keterangan bahwa sudah melakukan perekaman dari Disdukcapil.
"Jadi pada prinsipnya selama tidak memiliki dokumen kependudukan, maka KPU tidak bisa melayani, termasuk warga binaan di LP atau Rutan," tegasnya.
Namun, menurutnya, apabila terdapat warga binaan yang tak dapat menunjukkan atau tidak memiliki elemen data lengkap, minimal memuat NIK, NKK, nama dan tanggal lahir, praktis tak dapat memilih.
"Sehingga tidak bisa ditindaklanjuti oleh penyelenggara pemilu,” tutupnya.
Baca Juga: Portal lindungihakpilihmu.kpu.go.id Ditutup, Simak Arahan KPU Kalsel
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Syarif