bakabar.com, JAKARTA – Pemanggilan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mungkin saja bisa terjadi.
Terkait hal ini, pengamat politik Ujang Komaruddin beranggapan bahwa kemungkinan juga pemanggilan tersebur ada unsur permainan politiknya.
“Mungkin saja itu permainan politik, tapi semuanya kita kembalikan ke KPK sebagai penegak hukum,” ujar Ujang kepada bakabar.com, Jumat (30/12).
Menurutnya, hal semacam itu sudah biasa terjadi setiap menjelang Pemilu. “Inilah Indonesia, hukum berdampingan dengan politik begitupun sebaliknya,” tambahnya.
Baca Juga: Bantah Pernyataan Khofifah, KPK Sita Dokumen Penyusunan APBD Jawa Timur
Ia juga mengatakan bahwa hukum tak jarang dijadikan alat politik. Meski demikian, ia tetap menaruh kepercayaan pada kinerja KPK dan berharap KPK bertanggung jawab serta bijak dalam menegakkan hukum.
“Tapi kembali lagi, kita percayakan semuanya kepada KPK. Berharap kpk bekerja secara bijak dan bertanggung jawab,” tandasnya.
Ia beranggapan bahwa setiap pejabat bermasalah dengan kasus korupsi, pasti akan dipanggil juga oleh KPK.
“Semuanya kalau menurut KPK bermasalah ya pasti dipanggil juga,” imbuhnya.
Baca Juga: Penyidik KPK Geledah Kantor Khofifah, Buntut Kasus Suap Wakil Ketua DPRD Jatim
Diketahui, KPK kemungkinan memanggil gubernur jatim Khofifah dan wakilnya Emil Dardak terkait kasus suap dana hibah di lingkungan Pemprov Jatim.
Kasus yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P. Simandjuntak itu telah menetapkan 4 orang tersangka dalam perkara tersebut.
Adapun keempat orang tersangka tersebur yaitu, Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) selaku Wakil Ketua DPRD Jatim, Rusdi (RS) selaku Staf Ahli STPS sebagai penerima suap.
Sedangkan tersangka pemberi, KPK menetapkan Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Abdul Hamid (AH) dan Koordinator Lapangan Pokmas Ilham Wahyudi (IW).
Baca Juga: KPK Bawa 3 Koper Hasil Penggeledahan Kantor Khofifah
Sahat dan Rusdi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.