bakabar.com, JAKARTA - Rangkaian webinar literasi digital di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh telah bergulir pada Selasa (4/4) pukul 10.00-12.00 WIB. webinar bertajuk 'Pendidikan Karakter Gen-Z di Era Digital' merupakan kerjasama Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dengan SMA di Kabupaten Aceh Besar, diantaranya SMA Fajar Hidayah, SMA IT Awja, SMA IT Dayah Mulia, SMAN Modal Bangsa, SMAN 1 Krueng Barona Jaya, dan SMAIT Al-Arabiyah.
Kegiatan yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo dengan menyasar segmen pelajar SMA itu, sukses dihadiri oleh sekitar 100 peserta daring. Webinar juga dihadiri beberapa narasumber yang berkompeten dalam bidangnya.
Webinar juga bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet.
Pengguna internet di Indonesia pada awal tahun 2022 mencapai 204,7 juta orang atau meningkat 2,1 juta dari tahun sebelumnya. Namun, penggunaan internet tersebut membawa berbagai risiko, karena itu peningkatan penggunaan teknologi internet perlu diimbangi dengan kemampuan literasi digital yang baik agar masyarakat dapat memanfaatkannya dengan bijak dan tepat.
Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 menunjukkan skor atau tingkat literasi digital masyarakat Indonesia berada pada angka 3,49 dari 5,00.
Pada tahun 2022, hasil survei Indeks Literasi Digital Nasional mengalami kenaikan dari 3,49 poin menjadi 3,54 poin dari skala 5,00. Hasil itu dianggap menunjukkan bahwa literasi digital masyarakat berada di kategori sedang dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementrian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menilai indeks literasi digital Indonesia belum mencapai kategori baik.
“Angka ini perlu terus kita tingkatkan dan menjadi tugas kita bersama untuk membekali masyarakat kita dengan kemampuan literasi digital,” katanya lewat diskusi virtual.
Mengenal budaya digital
Pada sesi pertama, Kepala Unit ICT Universitas DIPA Makassar Erfan Hasmin menyampaikan mengenai budaya bermedia digital. Pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila perlu dijadikan landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Pelajar perlu menjadi pelaku digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK, contohnya membuat konten dengan kultur-kultur Indonesia. Gen Z yang saat ini kebanyakan pelajar disebut sebagai generasi yang lahir setelah generasi Y atau yang lahir di tahun 1995 sampai dengan 2010. Mereka juga dikenal sebagai i-Generation atau generasi internet.
Baca Juga: Gaung Literasi Digital di Beberapa SMP Kabupaten Deli Serdang
Karakter yang dimiliki Gen Z, kata Erfan, meliputi mahir teknologi, sikap toleran yang baik, mampu menemukan persabatan baru di ruang digital, lebih mandiri, dan gemar berkomunikasi.
Akses teknologi telah menumbuhkan keterampilan kognitif Generasi Z, yaitu dapat berpikir kreatif, kritis, dan menyelesaikan masalah. Mereka juga menerapkan empati di ruang digital dengan cara meningkatkan rasa ingin tahu, membantu orang lain memahami perasaannya, menempatkan diri pada posisi seseorang, dan mengikuti organisasi sosial.
Hal lainnya, terdapat dampak budaya digital yang kurang sehat yaitu body shaming, self esteem yang rendah, budaya lemah hati atau mudah baper, dan budaya tanpa privasi.
“Body shaming ini berupa sarkas ya, jadi kita melakukan sarkas terhadap fisik seseorang. 'ih kamu bulat sekali', padahal kita mau menjustifikasi bahwa seseorang gemuk itu tidak boleh, kalau ada body shaming apa yang bisa kita lakukan, kita melawan balik dengan platform sosial media," ungkapnya.
Erfan menambahkan, "self esteem yang rendah bisa ditingkatkan dengan melakukan mengenali diri, berhenti membandingan diri kita dengan orang lain, menerima keadaan, jalin relasi positif dan unfollow semua akun yang suka pamer karena itu membuat self esteem kita rendah. Itu karena kita selalu membandingkan dengan yang di atas kita."
Baca Juga: Literasi Digital Ajarkan SMPN 5 Padang Panjang Membuat Video Pembelajaran yang Menyenangkan
Pendidikan karakter
Giliran berikutnya, Kacab Dinas Pendidikan Banda Aceh dan Aceh Besar Syarwan Joni memberikan pemaparan bahwa pendidikan karakter adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam pendidikan di sekolah.
Ini dikarenakan pendidikan karakter memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian dan moral siswa, termasuk membantu mengurangi perilaku buruk, meningkatkan kualitas pendidikan, dan menyiapkan siswa untuk kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan karakter perlu ditekankan di sekolah agar dapat membantu siswa menjadi pribadi yang lebih baik, tangguh dan berakhlak mulia di masa depan.
Selanjutnya Gen Z sering disebut Digital Natives karena tumbuh dan berkembang di era digital yang penuh teknologi dan internet. Ciri gen z meliputi sangat terampil dalam menggunakan teknologi dan internet, sangat bergantung pada media sosial, lebih mementingkan kreativitas, inovasi, dan kebebasan dalam bekerja daripada stabilitas pekerjaan, cenderung lebih toleran terhadap perbedaan dan lebih inklusif dalam menerima perbedaan ras, gender, agama, dan orientasi seksual,
Gen Z juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap isu-isu lingkungan dan sosial, seperti perubahan iklim dan kesetaraan sosial, serta menghabiskan waktu dengan teman-teman secara virtual daripada bertemu secara langsung.
Baca Juga: Literasi Digital Bekali SMP Kabupaten Muaro Jambi Tentang Jenis Cyberbullying di Dunia Maya
"Pendidikan karakter generasi Z di era digital memiliki 5 ciri, yang pertama, membangun kesadaran tentang etika digital, anak-anak harus diberi pemahaman luas tentang etika," terangnya.
Oleh karena itu, menurut Syarwan, pendampingan sangat diperlukan oleh orang tua dan guru. Mereka harus mampu memberikan edukasi, meningkatkan keterampilan teknologi, mendorong kolaborasi dan kerja tim serta meningkatkan empati dan kepedulian.
"Perlu diberikan pendidikan karakter yang mendorong mereka untuk lebih peduli terhadap orang lain dan lingkungan sekitar, membangun kepribadian yang kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh konten negatif yang ada di dunia maya. Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan pengajaran tentang nilai-nilai positif seperti kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin,” papar Syawran.
Rekam jejak digital
Selanjutnya, giliran M. Fadhil Achyari selaku Key Opinion Leader menyampaikan bahwa pelajar harus menjaga rekam jejak digital dengan baik, karena akan berpengaruh di masa depan.
"Jangan sampai menjadi boomerang dalam menggapai cita-cita," ucapnya.
Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 7 Prabumulih Ajarkan Tantangan Hoaks di Dunia Pendidikan
Fadhil menjelaskan, "Saya yakin teman-teman disini pasti memiliki cita-cita, pasti memiliki tujuan, pasti ingin menjadi seseorang nantinya di masa depan. Kita harus bijaksana berkomentar, bijaksana memberikan saran, harus bijaksana dalam memposting gambar, video, dan sebagainya."
Tanya jawab
Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Kemudian moderator memilih tiga penanya untuk bertanya secara langsung dan berhak mendapatkan e-money.
Pertanyaan pertama dari Tazkiaton Nufus yang mengajukan pertanyaan bagaimana cara meningkatkan etika pada Generasi Z, terutama dalam media sosial yang sering digunakan saat ini? Apakah sama karakter dan cara berinteraksi dengan generasi sebelum Gen Z, lalu apakah generasi sebelumnya tahu cara menggunakan alat digital?
Menjawab itu, Erfan Hasmin menjelaskan bahwa Gen-Z adalah mereka yang lahir di tahun 1995 sampai 2010. Perbedaan teknologi digital dahulu dan sekarang sangat berbeda. Gen Z sangat mahir dalam bermedia digital, berbeda dengan generasi sebelum Gen Z yang memerlukan waktu dalam mengikuti perkembangan transformasi digital.
"Etika harus dijaga dalam bermedia digital dengan jangan terburu buru berkomentar, kemudian mencari informasi yang faktanya sudah terverifikasi kebenarannya," tegasnya.
Baca Juga: Literasi Digital di SMP Deli Serdang, Teknologi Dukung Proses Belajar
Pertanyaan kedua dari Irsyad Hakim. Ia bertanya, mengapa semuanya cenderung mengarah kepada anak muda untuk belajar tentang kecakapan digital, akan tetapi mengapa jarang sekali hal itu dituntut kepada guru yang mengajar?
Syarwan Joni menanggapi, saat ini anak kelahiran tahun 1995-2010 memiliki cara sendiri untuk berinteraksi dan itu berbeda dengan cara berinteraksi bagi kelahiran sebelum Gen Z.
"Untuk kecakapan digital, diperlukan peran pendamping untuk kita dalam hal berkomunikasi yang harus memiliki kecakapan digital untuk menyatukan semua generasi," paparnya
Pertanyaan ketiga dari Desy Desliana yang bertanya, adakah cara menarik agar masyarakat khususnya anak-anak lebih memperhatikan etika dan moral melalui media sosial?
Menjawab itu, Erfan Hasmin menegaskan, konten-konten yang viral merupakan konten yang tidak memiliki moralitas. "Tipsnya yaitu melakukan filter terhadap akun dengan mengikuti akun akun yang memiliki nilai kreatifitas tinggi agar terinspirasi dalam membuat konten atau kreatifitas lainnya," katanya.
Baca Juga: Ratusan Siswa SD Prabumulih Ikuti Webinar 'Literasi Digital Sejak Dini'
Senada, Syarwan Joni mengingatkan bahwa kehidupan yang super aktif di dunia maya perlu diwaspadai. "Maka untuk para anak anak diperlukan edukasi dan dampingan dari orang tua maupun guru untuk menggunakan ruang digital," Jelasnya.
Sesi tanya jawab selesai, oderator mengumumkan tujuh pemenang lainnya yang berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp.100.000. Moderator mengucapkan terima kasih kepada narasumber, key opinion leader dan seluruh peserta webinar.
Pukul 12.00 WIB webinar literasi digital selesai, moderator menutup webinar dengan mengucapkan salam, terima kasih dan tagline Salam Literasi Indonesia Cakap Digital.