Tak Berkategori

Sidang Perdana Kasus Sutarti di HST Molor, Ahli Geram

apahabar.com, BARABAI – Agenda sidang perdana kasus Sutarti (28), terdakwa pembunuh 2 anak kandungnya, molor hingga…

Featured-Image
Gedung PN Barabai Kelas II di Jalan Murakata Nomor 1. Foto-dok.apahabar.com

bakabar.com, BARABAI – Agenda sidang perdana kasus Sutarti (28), terdakwa pembunuh 2 anak kandungnya, molor hingga berjam-jam di Pengadilan Negeri (PN) Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Selasa (16/3).

Para Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan saksi yang dihadirkan juga sudah berada di gedung PN Barabai sejak waktu yang ditetapkan.

Sidang perdana yang seharusnya dimulai pukul 09.30 Wita baru bisa dilangsungkan pukul 14.00 Wita.

Keterlambatan itu membuat geram Dokter Sofyan Nata Siragih, ahli kejiwaan dari RS Kandangan yang bakal memberi keterangan pada sidang perdana itu. Pasalnya dia datang in time.

Tak hanya Siragih, para saksi yang dipanggil pun merasakan hal demikian.
Alhasil, sekitar pukul 12.00, Siragih meninggalkan PN Barabai. Sementara saksi dari JPU masih bertahan di PN Barabai.

“Saya dikabari (agendanya) pukul 09.30, tapi sampai di sini (PN Barabai) belum ada persiapan,” kata Siragih pada bakabar.com.

Kejadian seperti itu tidak sekali dua kali dirasakannya.

“Saya sejak 2014 sudah menjadi ahli di sini. Seperti ini saja, selalu molor waktunya,” kata Siragih.

“Tapi saya juga tetap harus mengikuti proses dan prosedur persidangan karena terikat sumpah,” timpal Siragih.

Kata Siragih, pasiennya juga banyak menunggu di Poli Kejiwaan di Kandangan. Terpaksa, apa yang menjadi tanggung jawaban di polunya itu diserahkan kepada dokter umum di sana.

Dia berharap agenda persidangan ke depannya betul-betul dipersiapkan jauh-jauh hari.

“Supaya agenda sidang berjalan tepat waktu,” tutup Siragih.
Dikonfirmasi Juru Bicara PN Barabai, Ariansyah menyebutkan ada ‘miss comunication’ terkait keterlambatan waktu sidang.

Disebutkan Ariansyah, salah satu penyebab molornya agenda sidang yakni, PN Barabai sedang kedatangan rombongan Pengadilan Tinggi (PT).
Kedatangan rombongan itu dalam rangka peninjauan pelayanan difabel di PN Barabai.

“Kita ada lomba, kebetulan PN Barabai dan Tanjung yang diikutsertakan. Nah informasinya kemaren datangnya. Ternyata kemaren Tanjung yang duluan baru kita (PN Barabai),” kata Ariansyah dihubungi bakabar.com melalui WhatsApp, Selasa (16/3) petang.

Mengenai agenda persidangan perdana ini, diterangkan Ariansyah, agenda sebenarnya baru pembacaan dakwaan. Namun, lanjut Ariansyah, jaksa pada agenda sidang perdana itu menghadirkan ahli untuk dimintai keterangannya.

“Ahli itu nanti, setelah pemeriksaan saksi-saksi. Yang jelas, kita membuktikan dakwaan dulu. Kaitannya untuk membuktikan peristiwa pidananya ada atau tidak. Sambil berjalan nanti baru diperlukan ahli, apakah si terdakwa ini mampu bertanggungjawab secara pidana atau tidak,” jelas Ariansyah.

Walau demikian, terang Ariansyah, pemeriksaan saksi maupun ahli masih bisa diagendakan. Terutama untuk ahli kejiwaan yang memberikan keterangannya.

“Minggu depan dipanggil lagi tidak masalah. Kita punya waktu paling tidak 2 hingga 3 bulan untuk menyelesaikan perkara ini di tingkat pertama,” tutup Ariansyah.

Sidang perdana yang dimulai siang hari ini dipimpin oleh Hakim Ketua, Dian Kurniawati serta dua Hakim Anggota, Anggita Sabrina dan Rahmah Kusmayani di Ruang Sidang Kartika, PN Barabai.

Sidang dilakukan secara virtual. Terdakwa berada di Rutan Barabai sementara para hakim JPU dan Penasihat Hukum (PH) terdakwa berada di ruang sidang

Agenda pembacaan dakwaan ini, JPU menghadirkan 3 saksi atas kematian MNH (6) dan SNH (4), anak kandung terdakwa.

Mereka yang dihadirkan pada agenda perdana itu, yakni S atau ipar Sutarti dan dua keponakannya atau anak tiri dari Sutarti.

Sebelumnya diberitakan bakabar.com, dua bocah ditemukan tak bernyawa di kediamannya.

Ironisnya, bocah laki-laki dan perempuan itu ditemukan tanpa memakai busana dengan sang ibu.

Dua saudara itu ditemukan setelah warga setempat yang disaksikan anggota Polres HST mendobrak pintu rumahnya di Desa Pagat RT 8 Kecamatan Batu Benawa, Hulu Sungai Tengah (HST), Rabu (25/11) sore.

Dua bocah itu diduga dibunuh oleh ibu kandungnya sendiri, Sutarti. Warga menduga Sutarti membunuh dua anaknya tersebut lantaran mengalami depresi.

Dugaan itu terlintas lantaran kondisi Sutarti saat ditemukan dalam keaadaan tanpa busana bersama dua anaknya dan mengoceh tak jelas.

Hingga saat hendak diamankan pihak kepolisian pun, dia masih meranyau tak jelas.

“Kalau dibilang depresi, ya harus dibuktikan dulu. Sekarang masih dalam proses observasi kejiwaan,” kata Dany.

Berdasarkan hasil visum et repertum pada tubuh dua bocah atau anak kandung Sutarti, tidak didapati tanda-tanda kekerasan.

Dikatakan Dany, lama kematian MNH dan SNH berkisar antara 4 sampai 8 jam.

Penyebab kematian anak laki-laki dan perempuan Sutarti itu disebutkan mati lemas. Diduga akibat mulut dan hidung kedua bocah itu dibekap.

“Tanda mati lemas karena kehabisan oksigen,” terang Dany.

Mendalami kasus ini, penyidik Polres HST sudah memeriksa 5 saksi. Namun polisi tidak membeberkan siapa saja yang telah diperiksa.

Informasi yang dihimpun bakabar.com, dua di antara saksi itu masih belia. Yakni, AN (15) dan RI (9).

Kaka beradik inilah saksi kunci atas kejadian itu. Mereka mendapati dua adik tirinya, MNH (6) dan SNH (4) sudah tak bernyawa di kamar rumah ibu kandungnya sendiri sekitar pukul 09.00-10.00 di Desa Pagat RT 8, Rabu (25/11).

Runtut kejadian diceritakan paman saksi, Ipul (50) yang juga adik ipar Sutarti. Dia baru tau kronologi kejadiaan setelah RI menceritakan kesaksiannya kepada penyidik.

“Dari yang saya dengar, mulanya anak kandungnya yang laki-laki, tubuhnya dibalut menggunakan kain. Kemudian dari leher hingga kepala juga diikat kain, seperti mayat,” ujar Ipul.

Kemudian, anak yang perempuan masih berumur 4 tahun. Dari pengakuannya, mulut dan hidung bocah ini ditutup menggunakan tangan.

“Melihat hal itu, anak tirinya jadi lari ke tempat saya tanpa menggunakan baju tadi. Mungkin karena saking takutnya. Tapi waktu itu dia tidak bicara apa-apa sampai saya antar ke rumah keluarganya di Waki (salah satu desa di Kecamatan Hantakan),” tutup Ipul.

Pasca kejadian itu, kejiwaan Sutarti diobservasi di RS Kandangan oleh dokter spesialis ahli di bidangnya.

Selama 3 minggu diobservasi, dokter kejiwaan di RS Kandangan itu baru bisa menyimpulkan hasilnya.

“Berdasarkan hasil observasi yang kami terima, sesuai hasilnya, tersangka memang mengalami gangguan jiwa,” kata Kasat Reskrim Polres HST, AKP Dany Sulistiono pada bakabar.com, Kamis (17/12/2020) silam.

Atas perbuatan itu, Sutarti dijerat Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.



Komentar
Banner
Banner