bakabar.com, JAKARTA - Sejumlah warga Pancoran Buntu II melayangkan surat permohonan perlindungan hukum ke Balai Kota DKI Jakarta, pada Jumat (10/2). Permohonan perlindungan hukum tersebut didasari atas peristiwa penggusuran yang masih dialami oleh warga hingga hari ini.
Perwakilan warga, Santi mengungkapkan terbitnya nota dinas yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tertanggal 17 Desember 2021, juga menambah polemik penggusuran ini. Pasalnya, melalui surat nomor 1565/-073.6 PT. Pertamina mengajukan permohonan penertiban atas lahan yang ditempati warga.
Adapun nota dinas tersebut didasari oleh Peraturan Gubernur Nomor 207 Tahun 2016 tentang Penerbitan Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak. Karena peraturan tersebut warga merasa didiskriminasi.
"Pada 2021, kami diusir paksa oleh PT. Pertamina, dan dalam proses ini banyak tindak kekerasan yang dialami warga baik anak-anak maupun perempuan," ungkapnya pada bakabar.com, Jumat (10/2).
Baca Juga: Bunyi Petisi Minta WFH di Jakarta, Pj Gubernur Heru Budi Beri Penjelasan
Lilik Sulistyo, perwakilan warga yang lain berharap, jika pemprov tidak menggunakan Pergub Nomor 207 agar warga bisa hidup tenang.
"Kami berharap bapak Gubernur agar tidak melakukan penggusuran, dan tidak menggunakan Pergub 207, dan menghentikan kriminalisasi kepada kami," ungkapnya menambahkan Santi.
Sementara itu, pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta untuk warga Pancoran Buntu II, Jihan Fauziah Hamdi menjelaskan jika berbagai upaya sudah dilakukan warga, dari mediasi hingga mengadu pada pejabat daerah.
"Pemprov DKI Jakarta mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada Warga Pancoran Buntu II dan mencegah keberulangan penggusuran paksa sepihak dan tindak kekerasan oleh PT Pertamina," ungkapnya.
Baca Juga: Harapan Pj Gubernur DKI di Tahun 2023, Optimis Bangun Jakarta untuk Indonesia
"Hal ini sebagaimana secara jelas diatur dalam Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1946 dan Pasal 71 UU HAM. Jelas bahwa tindakan PT Pertamina atas dasar pemulihan aset yang memaksa warga pancoran dengan melakukan intimidasi telah bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan menimbulkan potensi
kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam kondisi penggusuran," lanjut Hamdi.
Diskriminasi pada warga hingga hari ini, diperparah dengan tidak adanya pencegahan yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta selama kejadian intimidasi yang dialami oleh warga Pancoran pada 2020-2021.