bakabar.com, BANJARMASIN - Kepala Kepolisian Korea Selatan (Korsel), Yoon Hee-keun, menyatakan permohonan maaf atas tragedi pesta Halloween di Itaewon, Seoul, yang menewaskan 156 orang pekan lalu.
Di depan wartawan, Yoon membungkuk dan menyatakan dirinya bertanggung jawab atas tragedi paling mematikan bagi Korsel sejak 2014 itu, Selasa (1/11). Ia mengakui bahwa respons polisi dalam menangani tragedi Halloween Itaewon "tidak memadai".
"Saya merasa tanggung jawab yang besar sebagai kepala lembaga pemerintah terkait," ujarnya seperti dilansir CBS News, Rabu (2/11).
"Saya akan berusaha melakukan yang terbaik untuk mencegah tragedi tragis serupa terulang lagi di masa depan di saat sekali lagi, perasaan bertanggung jawab atas keselamatan publik tidak akan pernah hilang terutama akibat insiden ini," sambungnya.
Selain Yoon, sejumlah pejabat Korsel juga telah melayangkan permintaan maaf kepada publik karena tidak bisa mencegah tragedi Itaewon terjadi. Wali Kota Seoul, Oh Se-hoon bahkan menangis saat konferensi pers terpisah.
"Ketika saya mencoba menghibur seseorang yang anak perempuannya menjadi korban dan dirawat di National Medical Center kemarin, mereka mengatakan bahwa anak perempuan mereka akan selamat, dan mereka percaya begitu," kata Oh seperti dikutip oleh Associated Press.
"Tapi, tak lama dari itu saya mendengar dia (anak perempuan itu) meninggal pagi ini. Saya minta maaf karena permintaan maaf saya datang terlambat," sambungnya
Hingga kini, pihak berwenang belum bisa menyimpulkan penyebab tragedi paling mematikan tersebut. Namun, Sebagian besar publik sampai saat ini meyakini tragedi Itaewon murni kelalaian pengamanan dari pihak berwenang.
Para pengunjung dan korban selamat juga menuturkan pihak berwenang minim pengawasan. Menurut kesaksian korban hanya ada sekitar 137 petugas kepolisian yang disebut bertugas di kawasan Itaewon.
Padahal, sepekan sebelum perayaan Halloween berlangsung, tiket hotel dan pesta sudah terjual habis. Seharusnya, pihak berwenang dinilai sudah memprediksi bahwa keramaian yang tidak biasa akan terjadi di puncak perayaan Halloween tersebut.
Sekitar hampir 100 ribu orang disebut "menyerbu" kawasan Itaewon yang terdiri dari jalanan gang-gang kecil selebar 3,2-4 meter itu pada Sabtu malam.
Uliette Kayyem, pakar manajemen bencana dan analis keamanan nasional CNN, mengatakan kepadatan ibu kota mungkin juga berperan dalam tragedi Itaewon.
"Orang-orang di Seoul sudah terbiasa berada di tempat yang padat, mungkin saja mereka tidak terlalu waspada dengan jalan yang penuh sesak itu," katanya.
"Kepanikan selalu menjadi faktor, dan ada bahaya terlalu terbiasa berada di tempat ramai," tambah Uliette.
Selain itu ia menuturkan sulit untuk menentukan apa yang mungkin memicu tragedi itu. Namun menurutnya pihak berwenang seharusnya sudah mengantisipasi kemungkinan kerumunan lebih banyak akan terjadi sebelum acara berlangsung.
"Ada tanggung jawab pihak berwenang untuk memantau volume kerumunan secara real time, sehingga mereka dapat merasakan kebutuhan untuk mengerahkan pengamanan lebih," tandasnya.
Hal ini juga dibenarkan Direktur Divisi Investigasi Kejahatan Kekerasan Kepolisian Korsel, Oh Seung-jin. Ia menuturkan saat ini pemerintah tidak memiliki manual khusus untuk mengatasi kerumunan massa yang terjadi spontan tanpa penyelenggara.
"Untuk festival Halloween kali ini, karena diharapkan banyak orang akan berkumpul di Itaewon, saya mengerti bahwa festival ini disiapkan dengan menempatkan lebih banyak pasukan polisi dari pada tahun-tahun sebelumnya," kata Oh seperti dikutip CNN.
"Tapi memang saat ini tidak ada manual persiapan terpisah untuk situasi seperti itu di mana tidak ada penyelenggara dan diharapkan ada kerumunan orang."
Selain itu, polisi telah dikerahkan bukan untuk pengendalian massa - tetapi untuk pencegahan kejahatan dan untuk mencegah "berbagai kegiatan ilegal."
Kim Seong-ho, direktur divisi manajemen bencana dan keselamatan di Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan juga mengatakan mereka tidak memiliki "pedoman atau manual" untuk "situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya seperti tragedi Itaewon ini.