bakabar.com, JAKARTA - Aliran dana gendut di rekening Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto jadi sorotan. Dugaan 'kenakalannya' masih didalami Divisi Propam Polri.
Eks Kasatgas Penyidik KPK itu terendus melakukan transaksi senilai Rp300 miliar. Katanya, angka fantastis tersebut berkaitan dengan bisnis pribadi miliknya.
"Kalau dari penjelasan yang bersangkutan, bisnis pribadi. Seperti jual beli mobil dan lain-lain," beber Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (4/7) lalu.
Baca Juga: Dulu Sidik Maming, Sekarang Kapolres Kotabaru Punya Rekening Gendut
Baca Juga: Transaksi Gendut Kapolres Kotabaru Didalami Propam Polri
Transaksi itu dirasa janggal lantaran harta kekayaan hanya sebesar Rp11,6 miliar. Angka itu sesuai dengan yang dia sampaikan kepada KPK per 28 Februari 2023 lalu.
Kasus ini juga mendapat perhatian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Mereka tak bakal tinggal diam.
"Kalau memang ditemukan ada pelanggaran, tentunya akan kita proses," ucapnya.
AKBP Tri Suhartanto bukan satu-satunya anggota Polri yang tersandung kasus rekening gendut. Merangkum berbagai sumber, berikut deretan polisi dengan kasus serupa:
Briptu HSB
Dia anggota Ditpolairud Polda Kalimantan Utara. HSB punya berlimpah barang mewah. Seperti sebelas speed boat di Pulau Liago dan 17 kontainer.
Hal itu terungkap setelah Briptu HSB ditangkap. Rupanya, harta fantastis itu hasil tambang ilegal. Juga penjualan baju bekas dan narkoba.
Brigadir M. Ali Honopiah
Dia anggota Polres Pelalawan, Riau. Pada 2018, Ali kedapatan punya harta hingga Rp7 miliar.
Uang itu diperoleh bukan dari bekerja sebagai polisi. Melainkan terlibat dalam aksi jual beli trenggiling. Dia ditangkap setelah kepolisian berhasil menggagalkan penyelundupan 70 ekor trenggiling 2017.
Aiptu Labora Sitorus
Pada 2014, ia terjerat kasus kepemilikan rekening gendut. Polisi yang bertugas di Sorong, Papua itu mempunyai uang senilai Rp1,5 triliun. Berasal dari bisnis penimbunan solar dan pencucian uang.
Labora diduga kaya karena berbisnis tak hanya dalam kasus penimbunan solar. Tapi juga illegal logging di Papua. Akibat perbuatannya itu, Mahkamah Agung memvonis Labora dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.