bakabar.com, JAKARTA - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif, Hasbi Hasan membongkar 6 alasan mengajukan praperadilan usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kini sidang gugatan praperadilan masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran terdapat tudingan adanya kesalahan dalam proses penegakan hukum.
"Bahkan bisa juga menyalahgunakan wewenang yang ada pada dirinya," kata penasihat hukum Hasbi Hasan, Maqdir Ismail, Senin (3/7).
Baca Juga: Kuasa Hukum Klaim Penetapan Tersangka ke Hasbi Hasan Tanpa Bukti
Maqdir menerangkan terdapat 6 alasan yang membuat Hasbi melayangkan gugatan praperadilan. Pertama bahwa status tersangka hanya didasarkan keterangan sepihak dari terdakwa Theodorus Yosep Papera.
Theodorus semula mengaku sebagai penghubung dengan Hasbi untuk membicarakan terkait pengurusan perkara Nomor 326 K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman.
Semua pihak, kata dia, pihak yang terlibat dalam perkara saat ini masih berproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung. Maka dia menilai penetapan tersangka terhadap Hasbi tidak sah.
Baca Juga: Sidang Praperadilan Sekma Hasbi Hasan Digelar Hari Ini
"Artinya, saat ini perkara belum memiiiki kekuatan hukum tetap dan masih menunggu Keputusan Hukum dari Majelis Hakim," kata dia.
Alasan kedua, Maqdir menyebut penetapan Hasbi dilakukan langsung tanpa ada perbuatan hukum yang dilakukan. Maqdir berkata prosedur itu tidak dikenal dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Dalam proses penyelidikan, berdasarkan pasal 1 ayat (5) KUHAP tujuannya adalah untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.
"Sehingga, produk dalam tahapan ini tidak dapat dijadikan dasar untuk menetapkan seseorang menjadi Tersangka," ucapnya.
Baca Juga: KPK Cecar Teman Dekat Sekma Hasbi Hasan Usut Skandal Korupsi
Ketiga, Maqdir menilai penetapan tersangka Hasbi tidak berdasarkan alat bukti yang sah. Dia mengatakan penetapan tersangka itu hanya berdasarkan keterangan dan petunjuk bukti salah satu terdakwa.
"Keterangan terdakwa dan bukti petunjuk karena hanya akan didapatkan dalam forum persidangan perkara pokok oleh Majelis Hakim," tuturnya.
"Penetapan tersangka terburu buru tanpa pemeriksaan seksama atas keterangan tertulis dan lisan dari berbagai pihak terkait, sehingga alat bukti yang diperoleh harus dinyatakan tidak sah dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum," sambung dia.
Keempat, Maqdir menyebut penetapan Hasbi sebagai tersangka menerima gratifikasi hanya berdasarkan asumsi, bukan bukti permulaan.
"Tidak ada bukti permulaan yang menunjukan atau membuktikan bahwa pemohon telah menerima hadiah," ucapnya.
Kelima, Maqdir menyebut Hasbi tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka selama proses penyidikan. Lalu terakhir ia menyoroti jarak waktu yang sangat singkat antara Surat Perintah Penyidikan (Spridik) dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Maqdir menyebut Sprindik dikeluarkan pada tanggal 3 Mei, sementara SPDP satu hari setelahnya yakni 4 Mei 2023.
Padahal, kata dia, untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, diperlukan proses yang memakan waktu pemenuhan alat bukti, seperti pemanggilan dan pemeriksaan saksi, ahli, dan validasi dokumen terkait dalam proses penyidikan.
"Sehingga, dapat dipastikan bahwa dalam proses Penyidikan oleh termohon tidak melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana dalam UU KPK maupun KUHAP," ujarnya.
"Oleh karena termohon mengeluarkan Sprindik sekaligus menetapkan pemohon sebagai tersangka dalam hari yang sama serta tidak mencantumkan waktu secara detail terperinci," pungkasnya.