bakabar.com, BANJARBARU – Ada beberapa faktor penyebab masih rendahnya kualitas air di Banua. Antara lain, tutupan lahan masih dalam kategori sedang.
Lalu parameter mikrobiologi (Fecalcoli dan Total Coliform) yang tinggi disebabkan karena sebagian besar masyarakat di bantaran sungai melakukan kegiatan MCK di sungai.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana, Rabu (10/8). Setelahnya kata dia, pola hidup masyarakat yang membuang limbah domestik ke sungai, sumber pencemar dari kegiatan peternakan, perikanan, pertambangan.
“Serta industri manufaktur, hotel, rumah sakit, serta sumber pencemar lainnya dari kegiatan Non point source (pertanian dan perkebunan),” katanya.
Untuk meningkatkan kualitas air sungai Hanifah menuturkan, perlu dilaksanakan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar.
Agar selanjutnya diperlukan untuk pengalokasian beban pencemar yang diperbolehkan masuk ke sungai serta penetapan kelas air.
“Juga koordinasi dan sinergi antara instansi terkait, baik pemprov maupun kabupaten/kota dalam rangka pengawasan kepada para pelaku kegiatan yang menjadi sumber-sumber pencemar,” paparnya.
Selain itu, juga harus mengedukasi peningkatan kesadaran lingkungan bagi masyarakat, evaluasi titik pantau dan waktu pengambilan sampel, serta koordinasi dengan instansi terkait dalam upaya pemulihan kualitas air sungai.
Di sisi lain, Hanifah bilang, untuk meningkatkan kualitas udara yakni dengan cara memanajemen transportasi dan pengadaan transportasi massal, uji emisi kendaraan secara berkala.
Lalu pengawasan terhadap sumber emisi kegiatan industri, penanganan kebakaran hutan dan lahan, penyediaan atau pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
“Serta penggunaan energi ramah lingkungan (Pembangkit Listrik Tenaga Surya san sebagainya,” imbuh dia.
Sebagai informasi, saat ini status mutu air sungai untuk Kelas II berdasarkan perhitungan dengan metode indeks pencemar yaitu 81,58 persen dalam status Cemar Ringan.
15,79 persen dalam status Cemar Sedang dan 2,63 persen dalam status memenuhi.