bakabar.com, MARABAHAN – Setelah semua barang bukti dan berkas lengkap, seorang mantan kepala desa di Barito Kuala akhirnya digiring ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Kalsel.
Mantan kepala desa berinisial AES (36) dipastikan harus bertanggung jawab di depan pengadilan, karena diduga kuat menyelewengkan anggaran Dana Desa.
Penyelewengan itu dilakukan tersangka, semasa menjabat kepala desa Jejangkit Pasar. Adapun bukti-bukti merujuk kepada penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2018.
“Kasus AES segera disidangkan, setelah berkas perkara, barang bukti dan tersangka sudah diterima Kejaksaan Negeri dari Polres Batola,” ungkap Kajari Batola, La Kanna, melalui Kasi Pidana Khusus, Andri Kurniawan, Senin (5/10).
“Dijadwalkan persidangan digelar, Rabu (7/10) di Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Sedangkan total kerugian negara yang disebabkan perbuatan tersangka mencapai Rp408 juta,” imbuhnya
Dakwaan kepada tersangka adalah pekerjaan pembangunan yang tidak dilaksanakan berupa kantor desa, Polindes, jalan pemukiman, jembatan usaha tani dan gorong-gorong.
AES juga tidak menyetorkan dana kas tunai dari Silpa per 21 Desember 2018 ke kas desa, serta tak menyetorkan sisa perhitungan pajak tahun 2018 ke kas negara.
Tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3 jo Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Tercatat sepanjang 2020, AES merupakan kepala desa ketiga di Batola yang berurusan dengan hukum, terkait penggunaan Dana Desa.
Dua di antaranya sudah menerima vonis. Mereka adalah AM (mantan kepala desa Pulau Sugara di Kecamatan Alalak) dan R (mantan kepala desa Sungai Seluang di Kecamatan Belawang).
Perbuatan R menyebabkan kerugian negara sebesar Rp545 juta. Sedangkan AM membuat negara kehilangan Rp256 juta.
AM divonis 20 bulan penjara, denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. Hukuman ditambah keharusan membayar uang pengganti sebesar Rp256 juta subsider kurungan selama 10 bulan.
Sementara R divonis penjara selama 2 tahun dan 6 bulan, denda Rp50 juta atau subsider 3 bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp500 juta.
“Total nilai kerugian negara yang disebabkan perbuatan AM, R dan AES mencapai Rp1 miliar lebih. Sampai sekarang belum satupun yang dikembalikan,” jelas Andri.
Kerugian dan jumlah tersangka berpotensi bertambah, mengingat Kejari maupun Polres Batola sedang melakukan proses lidik untuk sejumlah kasus serupa.
“Tujuan kami hanya mengawal agar pembangunan yang bersumber dari Dana Desa benar-benar efektif dan efesien berdampak kepada kesejahteraan masyarakat,” tegas Andri.
“Seiring kasus-kasus berketetapan hukum maupun on process, kami juga berharap pihak yang terkait Dana Desa untuk lebih berintegritas, serta memahami hukum dan peraturan,” pungkasnya.