bakabar.com,BANJARBARU - Pada Hari Raya Idul Fitri, banyak Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang memberikan remisi kepada warga binaan. Baik itu mereka yang kena kasus pidana umum, narkoba, hingga korupsi.
Seperti Lapas Kelas III Banjarbaru, yang pada Hari Raya Idul Fitri nanti memberikan Remisi kepada 755 warga binaan. Salah satunya adalah warga binaan kasus Korupsi.
Sebenarnya bagaimana menurut hukum, terkait pemberian remisi kepada para koruptor ini?
Pengamat Hukum Kalimantan Selatan, yang juga Dosen Tindak Pidana Fakultas Hukum (FH) ULM dan Ketua Bagian Hukumpidana FH ULM, Dr H Mispansyah SH MH mengungkapkan, remisi merupakan hak warga binaan.
“Pemberian remisi khusus untuk narapidana kasus korupsi, narkotika, teroris dan kejahatan HAM berat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012,” ungkapnya kepadabakabar.com,Senin (3/6) malam.
Dia menjelaskan, khusus bagi narapidana kasus korupsi selain syarat umum, untuk remisi adatambahan syarat.
“Warga binaan kasus korupsi harus mengembalikan kerugian keuangan negara, atau membayar pidana uang pengganti. Lalu membayar denda dan ketiga harus membuat pernyataan bersedia bekerjasama mengungkap tindak pidana korupsi atau Justice Collaborator (JC). Dimana harus ditanda tangani oleh penyidik, baik Polri, Kejaksaan, dan penyidik KPK apabila ditangani oleh KPK,” terangnya.
Kemudian, syarat umum lain, menjalani satu pertiga masa pidana dari pidana pokok dan berkelakuan baik. Apabila semua syarat itu dipenuhi,maka Narapidana kasus korupsi berhak mendapatkan remisi.
Remisi itu dapat diberikan pada saat Hari Kemerdekaan 17 Agustus disebut remisi umum. Kemudian Remisi khusus yaitu diberikan pada saat hari raya besar, seperti Idul Fitri.
“Menurut pandangan hukum, apabila narapidana memenuhi syarat itu, mereka berhak mendapatkan remisi.Itu merupakan hak yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, tentang Lembaga Pemasyarakatan. Jadi mereka berhak mendapatkan remisi, karena sistem pemasyarakatan bukan sistem penjara. Jadi mereka di Lapas,filosofisnya untuk perbaikan bukan penjara,” terangnya.
Saat ditanya apakah remisi malah memberikan angin segar bagi parakoruptor? Bahkan mengurangi efek jera bagi mereka yang telah mencuri uang rakyat ini?
“Untuk memberikan efek jera itu berada pada sub lembaga mengadili yaitu Hakim. Para hakim harus menjatuhkan pidana yang setimpal, dengan memberikan vonis pidana lebih berat, jadi disitulah penjeraannya, bukan di Lembaga Pemasyarakatan,” terangnya.
Selain itu, paparnya, hakim dalam putusannya dapat menambahkan pidana tambahan, untuk mencabut hak remisi. Jadi letak penjeraan itu berada pada sub sistem mengadili, yaitu hakim.
“Lembaga pemasyarakatan itu tempat memperbaiki orang, yang supaya lebih baik. Jadi bukan tempat penjeraan, kecuali UUkembali ke sistem penjara, maka filosofi pidana adalah penjeraan,” tegasnya.
Baca Juga: Jelang Lebaran, Marbot dan Ulama di HST Dapat Insentif
Baca Juga: Dapat Tugas Negara, Yunan Masih Bisa Berlebaran Bersama Keluarga
Baca Juga: Jelang Lebaran, Warga Miskin di Tanah Bumbu Konsumsi Beras Bau dan Berkutu
Baca Juga: Jelang Lebaran, Harga Daging Sapi di Palangkaraya Naik
Penulis: Zepi Al Ayubi
Editor: Syarif