bakabar.com, JAKARTA - Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pupuk Indonesia Group mengeklaim mampu memproduksi kebutuhan pupuk subsidi lebih besar dari permintaan pemerintah.
Kapasitas produksi perseroan saat ini sekitar 13,9 juta ton per tahun, masih jauh lebih tinggi dibanding permintaan pupuk subsidi dari pemerintah. Tahun ini, Pupuk Indonesia ditugaskan untuk menyediakan pupuk subsidi sebanyak 7,8 juta ton yang terdiri dari pupuk Urea dan NPK.
"Kapasitas kita urea 8,5 juta ton. Pupuk bersubsidi (Urea) yang harus kita sediakan untuk pemerintah 4,7 juta ton saja. Artinya, untuk pupuk Urea kemampuan kita untuk mencukupi kebutuhan tersebut lebih dari cukup," kata SVP Corporate Secretary Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana dalam media briefing di Kantor BUMN, Senin (13/3).
Nantinya, sisa dari produksi pupuk subsidi (Urea) akan dijual secara komersial ke perusahaan - perusahaan sawit atau industri-industri lainnya.
Baca Juga: Bebeda dengan Depo Plumpang, Pabrik Pupuk Lebih Siap Hadapi Kebakaran
Baca Juga: Tingkatkan Distribusi, Pupuk Indonesia Optimalkan Kehandalan Gudang
"Walau pas-pasan kita punya kemampuan yang cukup untuk memenuhi subsidi. Sisanya kita jual komersil ke perkebunan dan sebagainya," ungkapnya.
Sebagai informasi, meskipun pupuk Indonesia mampu mencapai target, keberadaan produk NPK, menurut Wijaya, sempat terganggu akibat adanya perang antara Rusia dan Ukraina. Adapun Rusia merupakan salah satu negara utama pemasok bahan baku NPK, khususnya unsur kalium.
"NPK ini agak unik, harganya dalam setahun terakhir lagi sangat mahal sekali. Harganya NPK mahal karena dampak perang Rusia-Ukraina," terang Wijaya.
Hingga 11 Maret 2023, Pupuk Indonesia telah menyalurkan pupuk subsidi mencapai 1,5 juta ton. Itu terdiri dari 885.675 ton pupuk urea, dan 614.106 ton pupuk NPK.