bakabar.com, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi)I Made Leo Wiratma menilai kunjungan yang dilakukan Ketua DPR RI Puan Maharani ke sejumlah daerah dengan memberikan bantuan menimbulkan kesan aneh.
Pasalnya, dalam setiap kunjungan yang dilakukannya, Puan kerap melontarkan sikap dukungan kepada pemerintah. Terutama, yang berkaitan dengan permasalahan bangsa dan negara.
“Tentu ini menimbulkan pertanyaan liar yang kemudian mengaburkan esensi tujuan tersebut dan memunculkan ada kepentingan politik tertentu dibalik pemberian bantuan itu,” ujar I Made Leo Wiratma, saat diskusi di Formappi, Jakarta, Kamis (27/10).
Baca Juga: Pasca Tragedi Kanjuruhan, Klub Liga 1 Ambil Sikap Soal KLB PSSI
“Jika yang terjadi hal yang sebaliknya maka DPR mesti kritis dengan koreksi dan solusi agar program pemerintah tetap on the track,” ujarnya saat diskusi di Formappi, Jakarta, Kamis (27/10).
Sikap Puan yang seperti itu, bagi Made dapat mengaburkan esensi tujuan dari kunjungannya. Sebab, sikap Puan tersebut dapat memunculkan kesan politik tertentu di balik pemberian bantuan yang diberikannya.
“Kesannya hanya menjadi pengekor atas semua kebijakan pemerintah,” terangnya.
Made juga mencontohkan, salah satu kebijakan DPR yang memberhentikan Hakim Agung Republik Indonesia merupakan kebijakan inkonstitusional.
Baca Juga: Asosiasi Pedagang Kaki Lima Sebut Monopoli dan Oligapoli dapat Membunuh UMKM
Langkah DPR memberhentikan Hakim Agung Sudrajat Dimyati dari posisinya dinilainya merupakan tindakan melanggar undang-undang. Sebab, tugas DPR hanya mengajukan calon hakim konstitusi dan hakim agung.
"Pemberhentiannya hanya karena meninggal dunia, habis masa jabatannya atau telah berumur 70 tahun,” kata Made.
Dalam hal ini Made melihat sikap DPR yang arogan lainnya terhadap mitra kerjanya, di antaranya yang pernah terjadi dalam bentuk sikap pengusiran maupun sikap emosional.
“Oleh karena itu, Formappi melihat bahwa ''kinerja DPR konsisten buruk dan arogan,” pungkasnya.