Dalam video, puluhan orang berkumpul untuk menyampaikan orasinya kemudian diadang oleh sejumlah orang. Salah satunya adalah Puar Junaidi.
“Kita dibubarkan orang,” kata perwakilan massa aksi dari Kelompok Pemerhati Aparatur Pemerintah dan Parlemen, Aliansyah dihubungi media ini.
Dikonfirmasi terpisah, Puar Junaidi merasa pembubaran perlu dilakukan. Pihaknya tak terima, massa LSM itu mengatasnamakan masyarakat untuk menyoal banjir di Kalsel. Puar memandang banjir sebagai bencana alam. Artinya, tak seorang pun menghendakinya, termasuk Gubernur Sahbirin.
“Saya ini mewakili masyarakat yang dijual oleh para LSM itu. Sepanjang itu untuk kebenaran dan kebaikan masyarakat, akan kita dukung. Tapi kalau masalah banjir lalu mereka menyalahkan orang lain, itu penzaliman namanya. Saya tanyakan kepada mereka, siapa yang bisa menghentikan hujan, banjir ini kan akibat hujan 4 hari berturut-turut. Lalu tujuan gugatannya apa?” kata kader senior Golkar Kalsel tersebut.
“Artinya janganlah saat semua sedang menderita, malah diprovokasi. Saya juga tanyakan pada mereka, apa yang sudah dilakukan untuk masyarakat? Jadi maksudnya apa, tidak ada yang bisa jawab. Jadi kita suruh bubar saja,” sambungnya lagi.
Puar bilang jika para LSM memiliki solusi untuk mengatasi banjir di Kalsel ada baiknya untuk duduk bersama dalam sebuah forum dan bertukar pemikiran.
“Solusi yang mereka miliki, lebih baik sampaikan dalam sebuah acara. Jangan malah hanya bisa menuding orang yang sudah bekerja susah payah (pemerintah),” katanya.
Puar juga menepis tuduhan LSM soal pemerintahan di bawah Sahbirin Noor tidak demokratis.
“Yang dimaksudnya tak demokratis itu dalam hal apa? Kalau dia menyampaikan solusi itu baru demokratis. Tapi kalau hanya menyalahkan, ini kan bencana alam, siapa yang bisa menghentikannya. Jangan hal-hal seperti ini dibawa ke ranah politik,” katanya.
Sejauh ini, menurutnya pemerintah telah berupaya keras untuk bekerja siang-malam menyalurkan bantuan untuk korban banjir di Kalsel.
“Sementara mereka bisa apa? Pemerintah telah bekerja susah payah untuk memberikan bantuan,” katanya.
Terlepas dari itu, Puar menegaskan, kalau aksinya membubarkan massa LSM, tidak diperintah oleh siapa pun.
“Pribadi saya tergerak sebagai masyarakat yang keluarganya juga turut terdampak banjir untuk mencegah aksi para LSM itu. Agar mereka tidak menyeret persoalan banjir ini ke ranah politik. Saya mewakili masyarakat tidak pernah merasa memberikan kuasa kepada LSM dan lembaga bantuan hukum mana pun itu untuk melakukan gugatan kepada pemerintah. Saya keberatan,” katanya.
Sebaliknya, Puar menuding kalau aksi para LSM dan P3HI ditunggangi oleh seseorang yang hendak menjatuhkan Paman Birin atau Sahbirin Noor.
“Saya tahu betul Aspihani Idris (Ketua P3HI) itu dan siapa yang menyuruhnya. Sekali lagi, andai aksi ini sesuai dengan konstitusi dan berada di rel yang benar kita akan mendukung,” tutupnya.
Perwakilan Perkumpulan Pengacara Penasihat Hukum Indonesia (P3HI), Hindarno menilai pembubaran pagi tadi hanya miskomunikasi.
P3HI sendiri perkumpulan advokat yang ikut mendukung langkah LSM untuk menggugat Sahbirin Noor ke PN Banjarmasin.
“Harusnya koordinator LSM bisa menjelaskan, kalau aksi itu resmi, sudah ada pemberitahuan ke Polda Kalsel dan hanya untuk serah terima surat gugatan,” sesalnya.
Kendati demikian, Aliansyah salah satu massa aksi bilang pihaknya tetap akan bersikeras melayangkan surat gugatan terhadap Sahbirin Noor ke Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin.
“Besok, Selasa (2/2) bukti-bukti di-leges di Kantor Pos,” katanya.
Aliansyah mengatakan masyarakat yang mengadu sebagai korban banjir Kalsel akan diarahkan ke tim kuasa hukum.
“Surat kuasanya sudah, tinggal didaftarkan dengan tim hukum. Hari ini, atau esok, itu urusan pengacara yang mendaftarkan,” ucap Ali di ujung telepon.
Ali mencoba meluruskan bahwa LSM dalam hal gugatan class action ini hanya bertindak mendampingi, dan ikut mengarahkan.
Lebih jauh, Ali menyayangkan aksi pembubaran tersebut. Seharusnya, pihak mana pun yang pro-pemerintah mendukung setiap upaya warga mencari keadilan.
Dari adanya gugatan warga, Ali berharap perusahaan-perusahaan yang dituding sebagai biang kerok banjir Kalsel ikut mengganti rugi para korban.
“Ini kami juga digugat masyarakat, supaya sungai dibersihkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Ali mengatakan ratusan LSM di Kalsel siap melayangkan gugatan kepada Sahbirin Noor selaku Gubernur Kalsel akibat banjir yang melanda Kalsel dua pekan belakangan.
Gugatan ini dilatarbelakangi oleh kerugian sangat besar saat banjir melanda. Tim Reaksi Cepat Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperkirakan kerugian banjir Kalsel mencapai Rp 1,349 triliun.
“Gugatan ini dibantu oleh 50 advokat dari P3HI,” ujar Ali.
Jeng.. Jeng! Posko untuk Gugat Gubernur Akibat Banjir Kalsel Resmi Dibuka
5. Kisruh Pemberhentian Tenaga Kontrak
Yang tak kalah menjadi sorotan pembaca adalah topik mengenai pemberhentian sejumlah tenaga kontrak oleh Pemkab Tanah Bumbu.
DPRD Tanah Bumbu menilai pemberhentian tersebut bisa berakibat sanksi berupa penundaan penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat.
Hal ini disuarakan Ketua Komisi I DPRD Tanah Bumbu, Syamsisar pada rapat kerja yang digelar bersama dengan jajaran Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Tanah Bumbu, Kamis (4/2) kemarin.
“Kalau pemberhentian tidak mengacu pada uji kompetensi dan penerimaan tenaga kontrak baru ini tidak sesuai aturan serta analisa jabatan (Anjab) dan analisa beban kerja (ABK), maka kita siap-siap menerima sanksi penundaan Dana DAU,” ujar Syamsisar.
Syamsisar mempertanyakan dasar Pemkab Tanah Bumbu memberhentikan ratusan tenaga kontrak, sementara hasil telaahan dan penilaian dari SKPD, kinerja mereka bagus.
Selain itu, dia menilai penerimaan ratusan tenaga kontrak non ASN non teknis yang diduga tidak sesuai pada Anjab-ABK ini akan membebani anggaran daerah, karena sebelumnya Pemkab Tanah Bumbu telah kelebihan tenaga kontrak kurang lebih 600 orang.
“Jadi kenapa harus ditambah lagi dengan yang baru? Apa mungkin para tenaga kontrak baru bertitel sarjana ini mau menempati posisi sebagai sopir, petugas kebersihan dan penjaga keamanan. Karena rekrutmen yang baru ini kalau saya perhatikan, hampir semuanya bertitel sarjana S1,” ungkapnya.
Syamsisar menyayangkan sikap Pemkab Tanah Bumbu yang tidak transparan dengan tidak berkoordinasi dengan pihak DPRD, hingga bongkar pasang pemberhentian dan penerimaan tenaga kontrak menjadi polemik dan isu miring di masyarakat.
Terkait hal tersebut, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Tanah Bumbu, Dahliansyah, menyebut dalam hal pemberhentian dan penerimaan tenaga kontrak baru pihaknya mengacu pada PP Nomor 48 Tahun 2005, PP Nomor 49 Tahun 2018 dan Surat Edaran Bupati Tanah Bumbu Nomor 800/1954/BKD.P21.2/2019 tentang Tenaga Kontrak.
“Untuk tahun 2021, SK penerimaan tenaga kontrak adanya di SKPD terkait, kami hanya memberikan surat rekom, namun bukan berarti rekom ini menjamin bisa diterima,” jelasnya.
Selain dihadiri jajaran BKD Tanah Bumbu, rapat kerja yang digelar oleh jajaran Komisi I DPRD Tanah Bumbu ini, juga dikuti Wakil Ketua DPRD Said Ismail Khollil Al-Idrus.