bakabar.com, JAKARTA - Polda Jatim menyebut pemeran video syur ‘kebaya merah’, AH, mengidap kepribadian ganda. Hal itu terungkap dengan ditemukannya kartu kuning beserta faktur tanda berobat lainnya di tempat singgah yang bersangkutan.
“Ditemukan ada kartu kuning dan beberapa faktur tanda berobat di salah satu RS kejiwaan yang ada di Surabaya,” demikian beber Direktur Reskrimsus Polda Jatim, Kombes Farma, Jumat (11/11).
Terkait kondisi mentalnya itu, sang pemeran kebaya merah lantas menjalani proses observasi di Rumah Sakit Bhayangkara. Pihak kepolisian menegaskan bahwa observasi tersebut melibatkan para ahli.
Temuan ini mungkin akan membuat Anda bertanya-tanya: kalau AH mengidap gangguan kejiwaan, lantas apakah hukuman pidananya bakal dibatalkan? Apakah kartu kuning bisa ‘menyelamatkan’ sang pemeran video syur itu dari jeratan hukum?
Beleid Hukuman bagi Pemegang 'Kartu Kuning'
Kartu kuning sendiri menandakan bahwa sang empunya mengidap gangguan mental. Terdapat sejumlah beleid yang mengatur tentang hukuman bagi pemegang kartu tersebut, salah satunya Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Aturan tersebut berbunyi, “Seseorang apabila telah melaksanakan suatu perbuatan melanggar hukum, yang mana seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban, tetapi karena adanya suatu penyakit atau gangguan dalam kejiwaannya maupun gangguan dalam kemampuan berpikir sehatnya, maka ia tidak dapat dipertanggungjawabkan pidananya.”
Namun, bukan berarti semua jenis abnormalitas psikologis kebal hukum. Bila pelaku yang diklaim menderita gangguan kejiwaan mampu menceritakan situasinya dengan baik, maka dispensasi tak lagi berlaku.
Sementara itu, sebagaimana mengacu pada UU No.18 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 3 tentang Kesehatan Jiwa, seseorang yang mengidap gangguan mental sendiri ditandai dengan munculnya gangguan pikiran, perilaku, dan perasaan.
Gangguan tersebut termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna. Sekaligus, bisa menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsinya sebagai manusia.
Adapun bentuk gangguan jiwa yang dimaksud dalam hukum pidana, di antaranya gangguan jiwa organik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan neurotik, gangguan perilaku masa anak dan remaja, gangguan psikosomatik, serta retardasi mental.
Lantas, Bagaimana dengan Gangguan Kepribadian Ganda?
Kepribadian ganda atau dissociative identity disorder (DID) seringkali dianggap sama dengan skizofrenia. Padahal, kedua kondisi ini berbeda: skizofrenia dapat menimbulkan gejala yang memengaruhi pemikiran, perilaku, dan perasaan penderitanya, tetapi tidak memiliki banyak kepribadian seperti penderita DID.
DID ditandai dengan gangguan memori, kesadaran, atau kepribadian, yang dipicu stres atau kejadian traumatis yang dialami orang tersebut pada masa kecilnya. Bentuk trauma ini dapat berupa kekerasan fisik atau emosional yang terjadi secara berulang-ulang.
Kondisi ini, boleh dibilang, adalah cara otak untuk mengatasi peristiwa traumatis yang dialami seseorang. Secara tidak sadar, otak pengidap kepribadian ganda berusaha untuk memisahkan memori buruk itu dengan kehidupan normal sehari-hari
Pengidap DID setidaknya memiliki dua macam kepribadian. Saat kepribadian yang satu sedang dilakoni, pengidap tak ingat bahwa dirinya memiliki kepribadian lain. Kepribadian yang berbeda itu bisa pula disertai dengan identitas bervariatif.
Akibat kondisi yang demikian, pengidap kepribadian ganda seringkali mengalami gangguan relasi dengan orang di sekitarnya. Mereka juga dapat mengalami beberapa gejala lainnya, seperti kecemasan, depresi, suasana hati mudah berubah-ubah, gangguan tidur, memiliki keinginan bunuh diri, serta halusinasi.
Tak Serta Merta Kebal Hukum
AH sejatinya bukanlah satu-satunya tersangka yang memiliki kartu ‘sakti’ keluaran rumah sakit jiwa. Berkaca dari deretan kasus serupa, tersangka yang mengantongi kartu kuning, biasanya, tak serta merta kebal hukum.
Sebagaimana dikutip dari banjarmasin.bakabar.com, kepolisian mulanya bakal berkoordinasi dengan tempat di mana sang pemegang kartu kuning dirawat. Tujuannya, guna melihat riwayat penyakit dari pelaku tindak pidana tersebut.
Selanjutnya, penyidik meminta dokter untuk memeriksa kejiwaan pelaku: apakah penyakit yang dideritanya itu kumat ketika melakukan kejahatan. Dengan begitu, bisa ditentukan apakah yang bersangkutan bakal diproses hukum atau tidak.
“Kita jangan serta merta percaya jika menemukan pelaku kejahatan yang memiliki kartu kuning. Jadi kita harus melakukan pendalaman terlebih dulu,” begitu tegas Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin, AKP Ade Papa Rihi.