bakabar.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeklaim bahwa warga tidak sepenuhnya memahami soal relokasi pembangunan Rempang Eco-Park.
Padahal, kata dia, perkara pada relokasi itu telah disosialisasikan kepada masyarakat Rempang sejak lama.
“Sebagaimana instruksi bapak Presiden bahwa, ada komunikasi yang mungkin tidak berjalan dengan baik terkait dengan proses rencana relokasi masyarakat yang ada di Pulau Rempang," kata Listyo Sigit kepada wartawan, Kamis (14/9).
"Kejadian beberapa waktu yang lalu sebenarnya sudah ada sosialisasi mungkin masyarakat masih belum semuanya memahami,” tambahnya.
Baca Juga: Desakan Pembebasan Warga Rempang, Polisi: Penahanan Sesuai Aturan!
Buntutnya, ada sekelompok massa yang bertindak anarkis saat pemasangan patok terjadi penutupan jalan
“Sehingga kemudian mau tidak mau dilontarkan gas air mata untuk membubarkan. Memang ada beberapa isu di lapangan," ujarnya.
"Namun saat itu semuanya kemudian bisa kita tindaklanjuti sehingga kemudian situasi termasuk masyarakat juga kemudian bisa kita atasi dengan baik,” klaim Sigit.
Baca Juga: Bentrok Berkepanjangan, Muhammadiyah Desak PSN Rempang Eco-City Dicabut
Untuk itu, atas adanya konflik yang terjadi di pulau Rempang, pihaknya memutuskan untuk mengerahkan empat kompi atau 400 personel.
Pengerahan itu diklaim dalam rangka pengamanan proses mediasi dan dialog yang akan dilakukan soal pembangunan pulau Rempang.
"Tentunya kekuatan personel saat ini terus kita tambah ada kurang lebih 4 SSK sampai hari ini yang kita tambahkan dan ini akan terus kita tambah disesuaikan dengan eskalasi ancaman yang terjadi," pungkasnya.
Baca Juga: Mahasiswa Balikpapan Kecam Aksi Represif Polisi Terhadap Warga Rempang
Untuk diketahui, bentrokan antara polisi dengan warga Pulau Rempang, Batam, pecah pada Kamis (7/9). Masyarakat setempat menolak rencana pembangunan proyek nasional Rempang Eco City.
Bentrok itu terjadi ketika petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP akan melakukan proses pengukuran untuk pengembangan kawasan tersebut oleh BP Batam.
Sebagian masyarakat adat menolak direlokasi imbas proyek ini karena khawatir akan kehilangan ruang hidup mereka.
Total ada 10.000 warga dari 16 kampung adat dilaporkan terdampak Rempang Eco City.