Nasional

Polemik Kratom: Direkomendasikan Masuk Narkotika, Malah Gencar Diekspor

Meski direkomendasikan masuk narkotika golongan I, kratom menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan.

Featured-Image
Seorang petani memetik kratom di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Tanaman ini menjadi komoditas pertanian unggulan setempat. Foto: Antara

bakabar.com, JAKARTA - Meski direkomendasikan masuk narkotika golongan I, kratom menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan.

Badan Narkotika Nasional (BNN) RI telah menetapkan kratom sebagai New Psychoactive Substances (NPS) di Indonesia.

Mereka juga merekomendasikan kratom agar ditetapkan sebagai narkotika golongan I dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Penggolongan tersebut didasari efek kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan. Juga dinilai membahayakan kesehatan hingga 13 kali lebih berbahaya dari morfin.

"Sekarang pecandu atau pengonsumsi kratom berlebihan di Indonesia sudah banyak yang direhabilitasi," tegas Kepala BNN RI, Komjen Pol Petrus Reinhard Gosole, seperti dilansir dari RRI, Selasa (6/6) lalu.

"Kami sedang menunggu penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tentang rekomendasi kratom sebagai narkoba golongan I," sambungnya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI juga memiliki aturan sendiri dalam menangani kratom melalui SK Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan.

Daun kratom disebutkan sebagai bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan. BPOM juga melarang kratom digunakan dalam obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

Di sisi lain, ekspor kratum ternyata menghasilkan banyak uang. Dilansir dari CNBC, Senin (9/10), nilai ekspor kratom mengalami pertumbuhan dengan tren sebesar 15,92 persen per tahun sejak 2019 hingga 2022.

Sementara negara tujuan utama ekspor kratom adalah Amerika Serikat di posisi teratas.

Sepanjang Januari hingga Mei 2023, nilai ekspor ke Amerika Serikat tercatat mencapai 4,86 juta dolar dengan proporsi mencapai 66,3 persen dari total ekspor.

Kemudian Jerman dengan nilai ekspor sebesar 0,61 juta dolar, India 0,44 juta dolar, dan Republik Ceko 0,39 juta dolar.

Sisanya Jepang, Belanda, China, Korea Selatan, Taiwan dan Uni Emirat Arab.

"Belum ditetapkan aturan yang melarang (ekspor kratom)," tukas Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Didi Sumedi, seperti dikutip Antara, Kamis (5/10).

"Ini masih dalam wacana pembahasan mengenai legal atau ilegal. Kami pun akan mengikuti kalau sudah ditetapkan keputusan," tegasnya.

Selain BNN dan Kemendag, kementerian dan lembaga yang terlibat dalam pembahasan adalah Kementerian Kesehatan dan Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Wacana tersebut sudah beberapa kali dibahas dalam rapat. Namun belum diperoleh keputusan mengenai aturan perdagangan kratom," beber Didi.

"Kami pun berhati-hati dalam melakukan ekspor kratom. Kemendag tidak mengeluarkan surat persetujuan ekspor, tetapi hanya masuk ke list komoditas ekspor yang belum diatur," imbuhnya.

Memiliki nama latin Mitragyna Speciosa, kratom banyak dijumpai di Thailand, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina dan Papua Nugini.

Khusus di Indonesia, tanaman ini banyak tumbuh di Kalimantan, Sumatera, sampai Sulawesi dan Papua di wilayah tertentu.

Kratom di Kalimantan Barat biasa disebut purik atau ketum. Kemudian kedamba atau kedemba di Kalimantan Timur, serta sapat atau sepat di Kalimantan Tengah dan Selatan.

Dilansir dari CNN, biasanya habitat kratom ditemukan di pinggir sungai dan rawa pasang surut.

Kemampuan bertahan hidup dalam kondisi tergenang, juga membuat kratom cocok digunakan sebagai penahan abrasi sungai dan rehabilitasi lahan rawa pasang surut.

Tanaman kratom berbentuk pohon perdu dengan tinggi mencapai 15 meter. Memiliki cabang menyebar lebih dari 4,5 meter, batang lurus dan bercabang, berbunga kuning dan berkelompok berbentuk bulat.

Sedangkan daun kratom berwarna hijau gelap mengkilap, halus, dan berbentuk bulat telur melancip. Daun dapat tumbuh sepanjang lebih dari 18 sentimeter dan lebar 10 sentimeter.

Tanaman endemik ini sudah berabad-abad dimanfaatkan sebagai obat alami untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan dengan dosis tertentu.

Mulai dari mengatasi diare, lelah, nyeri otot, batuk, meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah energi, mengatasi depresi, anti diabetes, antimalaria dan stimulan seksual.

Tidak hanya daun. Kayu kratom juga banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan bangunan dan meubel.

Harga daun basah kratom senilai Rp1.500 sampai Rp3.500 per kilogram. Sedangkan daun kering sebesar Rp17.000 sampai Rp27.000 per kilogram.

Menurut data Pengusaha Kratom Indonesia (Pekrindo) dalam kurun 2015 hingga 2018, jumlah total ekspor kratom dari Kalimantan Barat mencapai 4.800 ton melalui 99 eksportir.

Berdasarkan hasil perhitungan ekonomi, penghasilan masyarakat petani terkait pengusahaan kratom mencapai 49,2 miliar dalam kurun 4 tahun.

Editor


Komentar
Banner
Banner