bakabar.com, JAKARTA - Keputusan pahit dan sulit telah diambil oleh pemerintah ketika memutuskan melakukan impor beras sebanyak 2 juta ton sampai akhir Desember 2023.
Melalui Bapanas, pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk melakukan impor tersebut. Dari jumlah itu, 500 ribu ton harus diimpor segera untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP). Penugasan itu diputuskan presiden dalam rapat terbatas bertajuk Ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik Idulfitri 1444 H pada Jumat (24/3).
"Keputusan pahit dan sulit karena izin impor justru dikeluarkan saat panen raya. Izin impor dikeluarkan saat panen raya ini amat jarang terjadi. Sebab, saat panen raya biasanya pasokan gabah/beras melimpah dan harga turun," ujar pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori, saat dihubungi bakabar.com di Jakarta, Rabu (29/3).
Keputusan itu menjadi dilematis. Karena di satu sisi, petani sedang menikmati harga gabah tinggi. Padahal di panen raya sebelumnya, harga gabah kering acap kali tertekan.
Baca Juga: Bulog Impor Beras 2 Juta Ton, Bapanas: Itu Untuk Kebutuhan Masyarakat
"Tentu ini menguntungkan petani. Di sisi lain, karena harga tinggi, Bulog kesulitan melakukan penyerapan. Sampai 24 Maret lalu, penyerapan Bulog baru 48.513 ton beras. Amat kecil," ungkapnya.
Tahun ini, Bulog ditarget oleh Bapanas untuk menyerap beras petani sebanyak 2,4 juta ton, dimana 1,2 juta ton diharapkan menjadi stok di akhir tahun. Dari target itu, 70% di antaranya diharapkan bisa diserap pada musim panen raya hingga Mei nanti.
Hanya saja, jika menyimak kondisi di lapangan, target itu hampir bisa dipastikan sulit terwujud. "Kalau penyerapan saat panen raya tidak tercapai, target hampir dipastikan tak tercapai," imbuhnya.
Buntut Program Bansos Pangan
Pada pekan lalu, CBP yang ada di gudang Bulog hanya menyisakan 280 ribu ton. Jumlah ini terbilang kecil. Di saat bersamaan, pada Maret hingga Mei, Bulog berkewajiban menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras untuk 21,35 juta keluarga kurang mampu. Jumlahnya mencapai 630 ribu ton beras.
Baca Juga: Telak! Usulan Impor Beras dari Thailand dan Vietnam Ditolak DPRD Kalsel
"Jika mengandalkan penyerapan dari dalam negeri mustahil volume sebesar itu bisa disediakan lewat mekanisme pembelian yang ada," ujar Khudori.
Kendati Bapanas telah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani menjadi Rp5.000/kg dan beras di gudang Bulog Rp9.950/kg. Ternyata harga gabah dan beras di pasaran masih lebih tinggi dari HPP.
Untuk membahas hal itu, Bapanas dan Kemenko Perekonomian telah mengumpulkan puluhan penggilingan besar dan menengah untuk membantu memperbesar serapan beras Bulog. Mereka diminta untuk membantu Bulog, namun komitmen yang mampu diikat tidak besar, hanya 60 ribu ton.
"Cara-cara itu selain tak banyak membantu, boleh jadi juga tidak ramah pasar. Pemerintah mesti membuang jauh cara-cara tak ramah pasar," ungkapnya.
Baca Juga: Penerima Manfaat Bansos Beras, Bapanas: 30 Maret Sudah Bisa Diterima
Indonesia surplus beras
Merujuk data BPS (Kerangka Sampling Area amatan Februari 2023), produksi padi masih terbatas. Menurut BPS, di bulan Februari 2023 sudah mulai terjadi surplus.
Produksi pada bulan itu apabila dikurangi konsumsi sekitar 2,53 juta ton beras, maka ada surplus sebesar 0,32 juta ton. Lalu, Maret diproyeksikan ada surplus 2,84 juta ton, dan surplus April sebesar 1,26 juta ton beras.
Jika dibandingkan, surplus pada Februari terbilang kecil. Surplus yang kecil itu jadi rebutan antara pelaku usaha, industri penggilingan padi, pedagang beras dan Bulog.
"Hal itu untuk memastikan pengisian pipa distribusi mereka yang kerontang sejak Oktober tahun lalu," jelasnya.
Baca Juga: Bantuan Pangan Beras, Bapanas: Masih Proses Pengemasan
Dengan begitu, menjadi wajar jika harga masih tinggi, bahkan terus naik. Ketika harga tinggi, mustahil Bulog mampu membeli gabah/beras dari lokal. Ketika harga gabah/beras masih tinggi atau di atas HPP, menurut Khudori, Bulog tidak perlu masuk ke pasar. Jika Bulog memaksa masuk akan berujung pada salah urus.
"Masalahnya, kalau CBP terus terkuras untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras seperti saat ini, volumenya akan habis tandas," ungkapnya.
Dari Januari hingga 24 Maret 2023, pasar sudah disuntik beras oleh Bulog lewat operasi pasar sebesar 543.472 ton. Ketika jumlah CBP terbatas, pemerintah tidak lagi memiliki instrumen intervensi yang bisa digerakan setiap saat untuk mengoreksi kegagalan pasar. Sementara itu, penguasa dominan di pasar amat mungkin mendikte harga pasar.
"Ini tentu harus dicegah. Dalam konteks ini, impor bisa dipahami," terang Khudori.
Baca Juga: Pasca-Kebakaran Cipinang, Bapanas Pastikan Stok Beras Tidak Terdampak
Pada situasi itu, pengadaan dari dalam negeri kemungkinannya sangat kecil. Impor menjadi opsi alternatif. Hanya saja harus dipastikan jumlah impor harus terukur dan waktu kedatangannya jangan meleset.
"Jika ada pertanyaan bukankah kita suprlus produksi beras kok impor? Benar, merujuk data BPS, sejak 2018 Indonesia surplus beras," imbuhnya.
Namun, volume surplus itu terus turun, dari 4,7 juta ton pada 2018 kini 1,34 juta ton pada 2022. Ketika jumlah surplus kian mengecil, soal pengelolaan cadangan dan distribusi menjadi isu krusial. Ketika salah perhitungan, dampaknya menjadi fatal.
"Ke depan, perlu ada upaya yang serius dari pemerintah untuk menggenjot produksi dan produktivitas padi, mengingat produksi dari 2018 ke 2022 terus menurun," terang Khudori.
Baca Juga: Jelang Lebaran, Food Station Prediksi Komoditi Beras dan Gabah Terkendali
Sementara itu, produktivitas kecenderungannya akan naik, meskipun minor. Tahun ini, tantangan produksi diperkirakan jauh lebih sulit dibanding tahun lalu.
"Tahun ini, mulai April akan terjadi El-Nino, yang jika merujuk pengalaman biasanya produksi turun. Karenanya perlu upaya serius pemerintah untuk peningkatan produksi dan produktivitas," pungkasnya.