bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengkaji ulang kebijakan harga gas 6 USD yang akan diperuntukan kepada sektor industri. Hal ini perlu dilakukan mengingat Sumber Daya Alam (SDA) Minyak dan Gas (Migas) memiliki peranan sangat penting khusunya dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan Kementerian Keuangan Kurnia Chairi menjelaskan kalau penerimaan negara bukan pajak di tahun 2021 mencapai Rp98 triliun atau 21,3 persen dari total keseluruhan PNBP.
Tidak hanya itu saat ini, harga gas dunia juga sudah mencapai di atas 20 USD per Million British Thermal Unit (MMBTU). Karena itu, kata Kurnia, kebijakan ini perlu dilihat kembali untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap penerimaan negara.
"Ini juga perlu kita bandingkan nanti dengan manfaatnya, jadi evaluasi saat ini terus kita lakukan untuk melihat sejauh mana benefit ini lebih seyogyanya lebih besar dari coast atau pengorbanan yang dikeluarkan dari sisi pendapatan negara," ungkapnya dalam forum diskusi Arah Baru Industri Hulu Migas yang disiarkan secara daring, Kamis (25/8).
Dia juga menambahkan peran migas terhadap PNBP secara keseluruhan konsisten di atas 20 persen setiap tahunnya. Walaupun menurutnya harganya cukup fluktuatif yang disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya harga patokan minyak mentah Indonesia (ICP) dan volume produksi minyak dan gas bumi yang siap untuk dijual (lifting).
Kurnia juga mengungkapkan kalau kecenderungan lifting migas mulai mengalami penurunan. Dia merinci, untuk lifting minyak dari tahun 2010 sekitar 954 ribu barel per hari sampai 2019 menjadi 746 ribu barel per hari. Demikian juga dengan lifting gas yang juga mengalami penurunan, sekitar 1,3 juta barel per hari menjadi 1.057 barel per hari pada 2019.
Selain itu, menurutnya PNBP juga sangat sensitif terhadap ICP, seperti pada tahun 2016 saat ICP berada di posisi yang rendah sekitar 40 USD per barel maka penerimaan migas hanya sekitar Rp44 triliun yang terdiri dari Rp31 triliun minyak dan Rp 13 trilun gas.
"Yang mungkin berhubungan bagaimana implementasi kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) ini adalah bagaimana besaran dari penerimaan negara dari sumber daya alam migas," tutupnya.
Reporter: Thomas