bakabar.com, JAKARTA - Setelah disetujui Mahkamah Konstitusi (MK) agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berwenang mengatur ulang alokasi kursi dan Daerah Pilih (Dapil), KPU justru memilih untuk mengekor DPR.
Dalam hasil rapat kerja dan rapat dengar pendapat bersama Kemendagri, KPU RI, Bawaslu RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, mereka justru memutuskan untuk menggunakan formula lama yang sudah ditentukan UU Nomor 7/2017 pada lampiran III dan IV.
Padahal pasca dikeluarkannya Putusan MK No.80/PUU-XX/2022 yang mengembalikan kewenangan pembentukan dapil kepada KPU, ada harapan besar perubahan dalam pemilu elektoral.
Sebelumnya, penentuan dapil dan alokasi kursi pada pemilu terakhir disinyalir memiliki banyak unsur kepentingan.
Kewenangan DPR dalam menentukan dapil dan alokasi kursi pada pemilu lalu dicurigai memiliki pola yang menguntungkan bagi calon peserta pemilu tertentu.
Lebih daripada itu, dalam amatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menegaskan jika alokasi kursi dan penentuan dapil masih belum bisa merepresentasikan kebutuhan masyarakat pada wilayah tersebut. Persoalan dapil lompat juga memantik problematika lain.
“Alokasi kursi dan daerah pemilihan sudah ditentukan dalam Undang-undang, hal ini tidak cukup adaptif terhadap laju jumlah penduduk dan pemekaran wilayah yang seharusnya beriringan dengan penyesuaian alokasi kursi dan daerah pemilihan,” kata Khoirunnisa, Direktur Eksekutif Perludem, pada Sabtu (14/1).
Lebih lanjut, putusan MK menunjuk KPU untuk mengatur kembali persoalan dapil dan alokasi kursi cukup jelas.
Dua argumentasi utama yang disampaikan oleh MK terhadap pembatalan pasal tersebut yakni untuk memastikan pengalokasian kursi dan pembentukan daerah pemilihan sesuai dengan tujuh prinsip yang sudah diatur dalam UU Nomor 7/2017 dan pengalokasian kursi dan pembentukan dapil merupakan satu kesatuan tahapan pemilu yang menjadi wewenang KPU dalam menjalankannya.
Tindakan yang dilakukan DPR juga KPU merupakan bentuk dari inkonstitusional. Alih-alih memanfaatkan kesempatan untuk memperbaiki dapil, KPU justru tetap gunakan ketentuan lama yang sangat dipertanyakan. Perludem, melalui Khoirunnisa mendorong KPU agar tetap menjalankan keputusan MK.
“Kami mendorong KPU untuk tetap melakukan evaluasi dan penataan ulang alokasi kursi dan daerah pemilihan sesuai dengan amanat Putusan MK No.80/PUU-XX/2022 dan memegang teguh prinsip independensi dalam menghasilkan keputusan,” tuturnya.
“Salah satunya dalam membuat Peraturan KPU mengenai daerah pemilihan agar sesuai dengan Putusan MK No 92/PUU-XIV/2016 yang menjelaskan forum rapat dengar pendapat untuk berkonsultasi dengan DPR dalam menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis tidaklah mengikat,” tutupnya.