Jaksa Turun Tangan
Kisruh dugaan pungutan liar HKN Banjarmasin 2029 belakangan turut mengundang perhatian kejaksaan.
"Informasi itu saat ini masih dalam tahap penelaahan," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Tjakra Suyana Eka Putra melalui Kasi Intel Ahmad Budi Muklish saat ditemui, Rabu (17/11).
Sebagai bentuk tindak lanjut, Kejari Banjarmasin, kata Budi, tengah melakukan penelaahan. Salah satunya, melakukan serangkaian klarifikasi terhadap ketua panitia.
"Mudah-mudahan dalam waktu tak terlalu lama itu bisa kita tindak lanjuti dengan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait," imbuhnya.
Lantas, apa materi bakal pemeriksaan? Rupanya, berkaitan dengan dasar iuran, tujuan, jumlah, hingga ke mana anggaran digunakan.
"Karena apa dasarnya setiap pungutan harus sesuai Perda (Peraturan daerah). Sedang besarnya diatur melalui Perwali (peraturan wali kota)," kata Budi.
Kendati begitu, Budi masih belum bisa bicara banyak terkait kasus ini. Sebab, ujarnya, proses yang dilakukan masih dalam tahap awal.
"Pada prinsipnya kita tetap mendukung praduga tak bersalah," pungkasnya.
Kadinkes Dipanggil
Pungutan wajib saat HKN ke-57 bikin geleng-geleng legislator di Komisi IV DPRD Banjarmasin.
Dalam waktu dekat, mereka bakal memanggil Kadinkes, Machli Riyadi.
"Rencananya pada Jumat (19/11) kami panggil," ujar Wakil Ketua DPRD Banjarmasin, Matnor Ali kepada bakabar.com, Rabu (17/11).
Pemanggilan guna meminta penjelasan kadinkes terkait dasar penarikan iuran.
"Ini perlu ditelisik," ujar politikus Golkar tersebut.
Ketika dikonfirmasi, Machli sendiri mengaku belum mengetahui rencana pemanggilan tersebut.
Jika benar diundang, Machli siap datang bersama jajaran panitia pelaksana HKN tahun 2021.
"Tentu kita akan datang dan menghormati undangan tersebut dengan bersama ketua panitia pelaksana," ujarnya.
Machli yakin Komisi IV DPRD memiliki pemahaman yang sama dengan pihaknya.
Menurutnya semua yang dilakukan panitia bukan untuk kepentingan pribadi melainkan demi kepentingan publik. Termasuk tenaga kesehatan (nakes).
"Mereka selama ini berjuang dan juga [dalam HKN] diberikan kepada almarhum ahli waris nakes yang meninggal. Tidak ada unsur memperkaya diri sendiri," pungkasnya.
Kemudian, lanjut Machli, bahwa iuran wajib tersebut tidaklah menimbulkan kerugian keuangan negara.
Sumbangan yang diterima oleh panitia adalah buah kesepakatan ketua panitia pelaksana, puskesmas dan RSUD Sultan Suriansyah.
"Sifatnya adalah suka rela-rela tidak ada unsur paksaan jadi begitu laporan yang saya terima dari panitia pelaksana," ucapnya.
Berpotensi Pungli
Iuran saat Hari Kesehatan Nasional di Banjarmasin berpotensi pungli atau pungutan liar. Banyak pihak mengambil sikap kontra atas hal ini.
Pengamat Kebijakan Publik Banjarmasin, M Pajri membenarkan jika praktik tersebut bisa berpotensi pungli. Bahkan, mengacu delik penyalahgunaan wewenang berpotensi masuk tindak pidana korupsi seperti yang diatur dalam Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi.
"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan bisa menjadi dugaan gratifikasi," ujar direktur Borneo Law Firm ini dihubungi bakabar.com.
Dalam perspektif hukum, menurutnya, iuran tersebut dapat menyebabkan terjadinya dugaan penyimpangan, kewenangan atau penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
"Kejadian permintaan iuran dana dalam kondisi tertentu bisa dianggap sebagai dugaan pungli yang termasuk dalam kategori penyalahgunaan jabatan," katanya.
"Biasanya bentuk-bentuk pungli ini menunjukkan adanya praktik secara terstruktur dan melembaga," tambahnya.
Sehingga menurutnya transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting dalam mencegah potensi penyimpangan, korupsi, dan munculnya pungutan yang tidak berdasar.
Dugaannya hal tersebut bisa dianggap melanggar Pasal 368 KUHP, Pasal 418 KUHP dan Pasal 423 KUHP, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Pasal 12 Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 Juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Maka menurutnya sebelum menjadi aduan dan masuk ranah penyelidikan ke aparat penegak hukum kepolisian, kejaksaan, ia menyarankan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Inspektorat Kota Banjarmasin turun tangan membuat terang kejadian tersebut baik dalam ranah ketentuan UU ASN dan ranah hukum.
Dalam masalah tersebut Pazri menilai juga perlu komitmen Pemkot Banjarmasin mewujudkan good government khususnya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
"Maka kinerja atas penyelenggaraan organisasi pemerintah menjadi perhatian untuk dibenahi. Salah satunya melalui sistem pengawasan yang efektif, dengan meningkatkan peran dan fungsi dari APIP," jelasnya.
Begitupun APIP harus dioptimalkan jika memang melanggar ketentuan hukum. "Maka harus dikembalikan iuran-iuran dana tersebut dan jadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak terulang lagi," ujarnya.
"Saya berharap tidak ada lagi ke depan acara yang dipaksakan atau gagah-gagahan padahal anggarannya tidak ada dalam perencanaan keuangan daerah dan sehingga tidak boleh dipaksakan," katanya.
Lebih jauh, Pajri turut mengingatkan jika KPK dalam surat edarannya tentang pengendalian gratifikasi telah mengingatkan kepada para pimpinan kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk menghindari gratifikasi dan patuh terhadap ketentuan hukum yang berlaku demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Sehingga menurutnya transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting dalam mencegah potensi penyimpangan, korupsi, dan munculnya pungutan yang tidak berdasar.
Wali Kota Diminta Turun Tangan
Sebelumnya, dugaan pungli ini turut memantik perhatian Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel.
Kepala BPKP Kalsel Rudy Maharani Harahap mengatakan iuran berupa sumbangan tersebut sejatinya dapat dipertanggungjawabkan secara benar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, jika tidak, langkah bersifat preventif atau represif dapat dilakukan. Kementerian Sosial sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan koordinasi dengan kepolisian setempat.
"Dalam hal penanganan lebih lanjut," ujarnya Rabu (17/11).
Undang Undang (UU) Nomor 9 tahun 1961 pasal 8 tentang pengumpulan sumbangan tanpa izin pejabat yang berwenang, atau tidak sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Surat Izin, atau menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dikenakan sanksi pidana.
"Pengawasan dan pengendaliannya di Kemensos dan Dinas Sosial (Dinsos) setempat sedang untuk penegakan hukumnya mengandalkan Tim Saber Pungli," ujarnya.
Ia meminta Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina segera turun tangan memerhatikan secara khusus iuran wajib HKN tersebut.
"Kami meminta atensi wali kota Banjarmasin untuk memitigasi risiko fraud ini," ucapnya.