Kinerja Ekspor-Impor

Perekonomian Global Belum Pulih, Picu Kinerja Ekspor-Impor Lesu

Centre of Reform on Economics (CORE) mengingatkan agar tidak berpuas diri meski kinerja ekspor surplus secara bulanan (month to month/mtm). Pasalnya, di sisi la

Featured-Image
Foto ilustrasi aktivitas ekspor-impor. Foto: Shutterstock

bakabar.com, JAKARTA - Centre of Reform on Economics (CORE) mengingatkan agar tidak berpuas diri meski kinerja ekspor surplus secara bulanan (month to month/mtm). Pasalnya, di sisi lain tren kinerja impor justru mengalami kontraksi yang cukup dalam.

Adapun secara tahunan (year of year/yoy) di bulan yang sama yakni bulan Oktober, kinerja ekspor-impor juga mengalami kontraksi.

"Tren surplus memang seperti perkiraan saya di kisaran US$ 3 miliar. Tapi ini melanjutkan tren surplus yang kurang sehat," kata Direktur Eksekutif CORE, Muhammad Faisal kepada bakabar.com, Kamis (16/11).

Baca Juga: Nilai Ekspor RI Agustus 2023 Turun 10,43 Persen Jadi US$ 22,15 Miliar

Faisal menyoroti menurunnya kinerja ekspor merupakan buntut dari kondisi ekonomi global yang masih kurang kondusif. Terutama di negara-negara yang menjadi tujuan utama ekspor menunjukan tren harga komoditas yang relatif mengalami penurunan.

"Walaupun pelemahan atau penurunannya akhir-akhir ini secara lebih pelan pelan," ujar dia.

Selain faktor eksternal, penuruan kinerja ekspor juga disebabkan menurunnya permintaan di industri produk-produk manufaktur dalam negeri.

"Misal negara-negara tujuan ekspor kayak China, kondisi petumbuhan ekonominya tidak sekuat yang dibayangkan cenderung masih lemah," jelas dia.

Baca Juga: Kinerja Ekspor Nonmigas Loyo, Oktober 2023 Meraup US$ 20,78 Miliar

Begitupun juga Amerika Serikat, meskipun kondisi perekonomian negara tersebut cenderung membaik dibandingkan sebelumnya, namun belum cukup kuat dibandingkan kondisi pra-pandemi.

"Jadi ini kondisi ekonomi global juga mempengaruhi kinerja ekspor," terangnya.

Sedangkan, menurunnya kinerja impor dipengaruhi oleh kondisi domestik terjadi tren penurunan secara konsisten pada impor bahan baku barang penolong.

Baca Juga: Permintaan Domestik Pulih: Awas! Kinerja Ekspor masih Lesu

Pasalnya, hal itu mengindikasikan semakin berkurangnya permintaan industri untuk bahan baku. Situasi tersebut yang berkaitan langsung dengan tingkat produksi pada sektor manufaktur.

"Nah berkurangnya tingkat produksi seringkali berkorelasi dengan tingkat permintaan di hilir. Artinya menggambarkan juga dari sisi permintaan domestik," ungkap dia.

Pemerintah Perlu Berikan Stimulus

Faisal menilai menyikapi situasi tersebut, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan stimulus untuk mendorong permintaan domestik.

Selain itu, juga perlu didukung dengan dorongan ekspor yang lebih serius, cepat, dan konkret ke negara-negara non-tradisional. Langkah tersebut perlu dilakukan agar pasar ekspor Indonesia lebih terdiversifikasi.

"Kalau kita lihat laporannya, yang ekspor-impor bulanan itu kan ada 13 negara sasaran utama atau negara tradisional," paparnya.

Baca Juga: Bau Basi Peraturan Perizinan Air Tanah

Namun, dalam kondisi geopolitik yang tak kunjung kondusif menyebabkan negara yang menjadi sasaran utama justru mengalami pelemahan. Dengan demikian, langkah paling tepat yang harus dilakukan pemerintah adalah menjamah negara-negara non-tradisional.

Negara non-tradisional yang dimaksud merupakan negara yang selama ini bukan menjadi sasaran utama atau negara tujuan ekspor. Meski memiliki daya serap ekspor yang rendah, namun memiliki potensi sebagai calon negara tujuan utama ekspor.

Adapun negara non-tradisional yang dimaksud di antaranya negara-negara kawasan Timur Tengah, Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Latin.

"Semestinya, (Indonesia) mempercepat diversifikasi juga ke negara-negara yang non-tradisional ini yang sebetulnya mereka punya potensi pertumbuhan yang sebagian itu cukup prospektif," pungkasnya.

Baca Juga: Dukung Ekonomi Hijau dengan Gaya Hidup Ramah Lingkungan

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tengah terjadi tren penurunan nilai ekspor sebesar 10,43 persen secara tahunan (year to year/yoy).

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini menerangkan meski begitu kinerja ekspor mengalami kenaikan sebesar 6,76 persen secara bulanan (month to month/mtm) dibandingkan September 2023. Kenaikan nilai ekspor tersebut mencapai US$ 22,15 miliar.

“Pada Oktober 2023 ekspor migas tercatat senilai US$ 1,37 miliar atau turun 2,38 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor non migas mengalami kenaikan 7,42 persen dengan nilai ekspor US$ 20,78 miliar,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (15/11).

Editor


Komentar
Banner
Banner