bakabar.com, JAKARTA - Pemuda adat yang berada di komunitas saat ini mengalami berbagai tantangan terhadap eksistensinya. Selain rusaknya wilayah-wilayah adat karena berbagai industri ekstraktif, mereka juga dihadapkan pada tantangan dari dunia pendidikan dan perkembangan teknologi modern.
Saat ini, pusat-pusat pendidikan tinggi semua berada di perkotaan, sehingga generasi muda di komunitas terpaksa harus pindah ke kota untuk melanjutkan
pendidikannya. Banyak yang kemudian menetap di kota untuk mencari kerja dan tidak kembali ke kampung halamannya.
Deputi IV Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Urusan Sosial Budaya Mina Setra menjelaskan hal itu disebabkan karena konsep ‘pekerjaan’ secara umum mengalami distorsi, bahwa yang dimaksud dengan memiliki pekerjaan hanya bila dilakukan di kota.
'Lebih parah lagi, jika bekerja di depan komputer dan di kantor-kantor di kota," ujar Mina dalam keterangannya pada Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia tahun 2023 di Jakarta, Rabu (8/8).
Baca Juga: Perdagangan Karbon, AMAN: Kolonialisme Baru bagi Masyarakat Adat
Hal itu, kata Mina, membuat banyak pemuda adat enggan kembali ke kampung karena gengsi atau dapat dianggap gagal memenuhi tuntutan hidupnya. Kepergian pemuda adat yang merantau ke kota menyebabkan terjadinya kekosongan di komunitas, yang tertinggal hanya para tetua, perempuan dan anak-anak.
Dampaknya, wilayah adat menjadi lebih rentan terhadap berbagai intervensi luar, karna pemuda adat yang seharusnya menjadi garda depan untuk melindungi kampung, tidak berada di tempat. "Oleh sebab itu, penting sekali para pemuda adat untuk pulang, turut menjaga dan mengurus wilayah adatnya,” terang Mina
Di satu sisi, berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi membuat semua jenis informasi yang dapat diakses oleh siapa saja, di mana saja, termasuk di komunitas dapat memberikan pengaruh negatif pada generasi muda.
Meskipun di sisi lain, ini juga dapat menjadi peluang bagi pemuda adat untuk mengembangkan diri dan kreativitasnya dengan memanfaatkan berbagai platform yang tersedia. Pemuda adat dituntut untuk bisa mengembangkan kemampuan untuk bersaing.
Baca Juga: Festival Rimba: Mengenal Masyarakat Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik
“Sejak awal berdiri, semangat untuk memperkuat Komunitas Masyarakat Adat telah digaungkan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melalui visi, misi dan berbagai program dan kegiatannya," ujarnya.
AMAN juga mendorong pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak Masyarakat Adat dan pengelolaan wilayah adat yang adil dan lestari dimulai dari komunitas. Pemuda adat sebagai garda terdepan untuk melaksanakan cita-cita Masyarakat Adat, mesti ‘kembali ke kampung,’ untuk menyatukan kekuatan dan bekerja sama dengan seluruh elemen di kampung.
Kemudian di awal 2013, secara nasional, pemuda adat yang tergabung dalam Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), yakni organisasi sayap di bawah AMAN, memulai suatu gerakan yang disebut ‘Gerakan Pulang Kampung.’
Staf Khusus Presiden RI Bidang Pendidikan, Inovasi dan Daerah Terluar Billy Mambrasar menyampaikan apresiasinya untuk Gerakan Pulang Kampung yang diinisiasi oleh AMAN dan BPAN.
Baca Juga: Langgar Hak Masyarakat Adat, Organisasi Lingkungan Menggugat ke PTUN Jayapura
Saat ini, kata Billy, Indonesia sedang berada dalam diskursus akibat perginya ribuan anak Indonesia untuk tinggal di Singapura. Namun, Gerakan Pulang kampung justru mendorong tren kembalinya anak-anak ke kampung halaman, salah satunya seperti di Luwu Utara dan membangun daerahnya agar meningkat dengan pesat.
“Pemuda-pemudi memiliki kesempatan untuk menjadi penggerak, pendorong, dan pendobrak ekonomi dari berbagai sektor di Kabupaten Luwu Utara. Sektor pertanian, kelautan, perikanan, dan pariwisata menjadi andalan," jelasnya.
Anak-anak muda harus menjadi para local champion dan menginspirasi pemuda-pemudi lain untuk ikut terlibat. "Mengambil contoh sukses yang saya lakukan sebagai duta pembangunan berkelanjutan dan juga perintis dari konsep Papua Interactive Hub, di mana kami menggerakkan ribuan anak Papua untuk kembali membangun provinsi paling timur di Indonesia ini, maka hal serupa dapat kita lakukan juga di daerah Luwu Utara dan daerah lainnya,” jelas Billy.
Senada, Tokoh Anak Muda Rongkong, Charles Pasadjangan mengutarakan tentang upayanya mendorong kesediaan pangan di kampung, wilayah adatnya, dan mengajak anak-anak muda untuk kembali ke sana. Namun, ia menyadari bahwa sulit untuk mengajak para pemuda pulang dari rantau karena keterbatasan lapangan pekerjaan.
Baca Juga: Selamatkan Lingkungan, Masyarakat Adat Tuntut Pengakuan Pemerintah
“Kami menyadari bahwa tanah kami punya potensi karena subur dan sangat luas. Lalu, kami menggalang anak muda adat Amboan di Kecamatan Rongkong, Kabupaten Luwu Utara, yang tergerak untuk melakukan penanaman sayur, buah dan budidaya Ikan Mas," terangnya.
Melihat hasilnya, semakin banyak yang tertarik ikut menanam. Akhirnya bukan hanya kelompok pemuda yang menanam sayuran, tetapi masyarakat juga ikut
menanam. Produksi menjadi tinggi sehingga pedagang datang untuk mengambil stok di Rongkong. Kami sempat mencapai produksi sebanyak 1 ton cabai per-minggu,” kata Charles.
Sekolah Adat
Selain untuk ketahanan pangan, Gerakan Pulang Kampung juga untuk melestarikan budaya setempat. Misalnya melalui sanggar-sanggar seni, transfer pengetahuan, dan membangun Sekolah Adat.
Penanggung jawab Urusan Sekolah Adat di AMAN Marolop Manalu mengungkapkan, saat ini telah terbentuk 90 Sekolah Adat di berbagai Komunitas Masyarakat Adat. Sekolah-sekolah itu digagas oleh pemuda adat dengan didukung para tetua di komunitas.
Baca Juga: Minim Perlindungan, Masyarakat Adat Rentan Alami Kriminalisasi dan Intimidasi
“Awalnya, hampir semua Sekolah Adat ini digagas, dibentuk dan dijalankan oleh pemuda adat. Tentunya dengan restu dan dukungan dari para tetua," katanya.
Para pemuda adat berperan sebagai pengurus dan fasilitator, para tetua menjadi tenaga pengajar utama, yang mengajarkan berbagai pengetahuan berbasis adat budaya di komunitas.
"Selain sebagai penggagas, pemuda adat juga kerap terlibat sebagai pengajar, terutama yang berkaitan dengan pengetahuan umum,” ujar Marolop Manalu, Penanggung jawab Urusan Sekolah Adat di AMAN.
Marolop yang mendampingi 90 Sekolah Adat yang bernaung di AMAN tersebut, meneruskan, bahwa Sekolah Adat merupakan upaya untuk mendekatkan kembali pemuda adat pada wilayah adatnya.
“Sekolah Adat merupakan upaya untuk kembali mengingatkan pemuda Adat pada jati diri dan identitas mereka sebagai pemuda adat. Karena menyadari pentingnya penerusan pengetahuan antar generasi ini, maka dalam perkembangannya, pembentukan Sekolah Adat juga sudah mulai banyak diinisiasi oleh para tetua,” pungkasnya.