bakabar.com, JAKARTA - Perjuangan masyarakat adat dalam menuntut wilayah adatnya agar diakuioleh pemerintah sering kali mengalami sejumlah hambatan. Hambatan tidak hanya datang dari luar komunitas, yakni perusahaan dan negara, tetapi juga dari internal komunitas.
Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Delima Silalahi menegaskan hal itu. Upaya yang dilakukannya terkait upaya memperjuangkan hak masyarakat adat di Sumatera Utara ternyata tidak mudah. Dia bahkan harus melakukan sejumlah langkah advokasi.
“Berbagai upaya sudah kami lakukan, seperti lobi dan audiensi kepada pemerintah kabupaten dan pemerintah pusat (Kantor Staf Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), DPR/DPRD, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan lembaga negara lainnya," ungkap Delima Silalahi saat konferensi pers bertema ‘Pengakuan Hutan Adat di Indonesia: Peluang dan Tantangan' di Jakarta Pusat, Selasa (9/5).
Delima mengungkapkan jika pihaknya telah melakukan banyak aksi damai, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga pusat. "Namun, hingga saat ini kami belum mendapatkan tanggapan serius," ujarnya.
Baca Juga: Perjuangkan Hak Tano Batak, Delima Silalahi Raih Goldman Environmental Prize
Delima menuturkan, usaha yang dilakukannya bersama KSPPM untuk memimpin advokasi terhadap 7.213 hektare lahan hutan tropis terhadap enam kelompok masyarakat adat di Sumatera Utara, sudah berjalan lebih dari satu dekade lamanya.
Namun, hingga kini masyarakat adat, khususnya di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara tak kunjung membuahkan hasil, utamanya terkait pengakuan hak ulayat.
Lebih jauh Delima menerangkan, ketidakhadiran pemerintah telah membuat masyarakat adat rentan menjadi korban kriminalisasi ataupun intimidasi oleh pihak-pihak tertentu yang mengaku sebagai penguasa hak atas tanah.
"Praktik-praktik itu kebanyakan dilakukan oleh korporasi yang lokasinya tumpang tindih dengan wilayah adat masyarakat," katanya.
Baca Juga: Masyarakat Adat Terancam, Tiga NGO Lingkungan Luncurkan 'Dana Nusantara'
Atas upaya memperjuangkan hak masyarakat adat sejak satu dekade silam membuat Delima Silalahi diganjar penghargaan 'Anugerah Lingkungan Goldman 2023'. "Penghargaan itu sekaligus membuka mata bahwa kedaulatan hutan adat Indonesia harus harus diperjuangkan," ujarnya.
Delima menjelaskan jika upayanya dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, bukanlah untuk kepentingannya sendiri, melainkan demi menyelamatkan lingkungan sekitar dari ancaman deforestasi dan kerusakan lainnya.
“Kami memanfaatkan sumber daya alam secukupnya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, menjaga hutan dan sumber air, menanami pohon alam dan pengembangan kemenyan sebagai sumber kehidupan. Apa yang kami perjuangkan saat ini bukan untuk kepentingan kami saja, tapi juga keselamatan lingkungan kita,” pungkasnya.