LIFESTYLE

Penjualan Tiket Film JSS Tak Tutup Biaya Produksi, Pemkot Banjarmasin Dikritik

Digarap dengan dana APBD Kota Banjarmasin senilai Rp6,6 miliar, penjualan tiket film Jendela Seribu Sungai (JSS) rupanya tak laris di pasaran. 

Featured-Image
Jendela Seribu Sungai. Foto-net

Pengamat kebijakan publik, Subhan Syarief menyebut Pemkot Banjarmasin tidak cermat dalam mengeluarkan anggaran belanja, mubazir.

Seharusnya, kata Subhan, dalam mengeluarkan anggaran, selalu berdasar dua aspek. Pertama prinsip efisien, ekonomis, efektif, dan bisa dipertanggungjawabkan. 

"Perhatikan rasa keadilan, kepatutan, dan kebermanfaatan. Bila tidak mencerminkan 3 hal ini, bisa dianggap sebagai sebuah pelanggaran," kritiknya

Prinsip kedua, mesti mengacu pada visi dan misi daripada Kota Banjarmasin. Baik yang tertera pada rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), yang menekankan Banjarmasin sebagai kota sungai dan pintu gerbang ekonomi kalimantan.

Atau rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), yang diusung wali kota dan wakil wali kota, yakni berupa peningkatan kualitas dan akselerasi wirausaha baru (WUB), normalisasi dan revitalisasi sungai, serta melanjutkan perwujudan smart city.

Bercermin dari proyek film JSS yang menelan biaya Rp6,6 miliar, Subhan menilai, penyusunan dan penggunaan APBD nyatanya tak sesuai dengan dua prinsip tersebut.

Contoh lainnya, pengadaan aksesoris Jembatan Pasar Lama yang biayanya mencapai Rp11,8 miliar.

Kemudian, pembebasan lahan untuk rumah dinas wali kota di Jalan Sudirman sebesar Rp31 miliar, ditambah pembangunan rumdin sebesar Rp15 miliar.

Subhan juga menyebut, pembangunan jembatan terapung di kolong Jembatan Dewi yang mencapai Rp4,5 miliar, juga terkesan kurang bermanfaat.

Lalu event BIPA, Aruh Sastra, sampai kunjungan keluar negeri yang berlabel kegiatan pemkot.

“Kalau dicermati dan dihitung, maka sudah hampir Rp100 miliar. Tidak mencerminkan perencanaan anggaran yang berbasis kemanfaatan, kepatutan dan juga keadilan,” cecarnya.

Program serta kegiatan itu dipandangnya sebagai sesuatu yang sangat tidak urgen. Jadi penggunaan APBD tidak tepat sasaran. Tidak sejalan dengan prinsip efisiensi, ekonomis, dan efektif.

Andai saja, kata dia, anggaran sebesar itu dikucurkan membenahi Pasar Lama, Sudimampir, Ujung Murung, Pasar Lima yang semakin kumuh. Padahal kawasan-kawasan tersebut dinilainya punya potensi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kota.

“Bayangkan jika seratus miliar dialihkan untuk memperbaiki, menata dan membangun kawasan pasar tersebut. Sayangnya, ternyata APBD tidak difokuskan ke sana,” keluhnya.

Kesimpulannya, APBD cenderung dibelanjakan untuk proyek-proyek jangka pendek.

“Yang juga disayangkan, ternyata DPRD kurang cermat atau bahkan tak serius dalam menjalankan fungsi budgeting dan kontrol anggaran,” tandasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner