bakabar.com, JAKARTA – Memasuki kuartal akhir 2022 perekonomian global masih terus menghadapi hantaman perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai efek lanjutan downside risks dari pandemi yang hingga kini belum usai sepenuhnya.
Menurut Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB), Prof. Candra Fajri Ananda, dunia kini dihadapkan pada konflik geopolitik yang tengah terjadi sehingga mendorong kenaikan harga komoditas yang mendorong yang mengakibatkan inflasi tinggi di seluruh dunia, terutama di negara-negara maju.
Baca Juga: Dunia Dihadang Badai Ekonomi, Pakar: Ada Peluang dan Keunggulan bagi Indonesia
Namun ia berpandangan, jika dilihat secara makro, kondisi ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
“Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2022 mengalami peningkatan. Pada triwulan I-2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,83%, kemudian pada triwulan II-2022 meningkat menjadi 5,60% dan pada triwulan III-2022 meningkat menjadi 5,77%,” papar Chandra di Jakarta, Senin (2/1).
Ia memaparkan dari beberapa lembaga besar nasional maupun global memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 akan mengalami peningkatan hingga 5%.
"PPKE FEB UB juga turut melakukan prediksi kondisi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2023 mencapai 5,59%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekonomi Indonesia periode 2023 optimis mengalami pertumbuhan ekonomi berkisar pada angka 5%," jelas Chandra.
Baca Juga: Lesunya Ekonomi Global, Ancam Ekspor IKM ke AS dan Eropa
Sementara itu, Dosen akuntansi Politeknik Negeri Malang (Polinema), Annisa Fitriana yang menyoroti sektor perpajakan di Indonesia mengatakan, penerimaan pajak Indonesia di tahun 2022 mencapai 110% dari target atau naik sebesar 41,93% dibanding tahun lalu dan menunjukkan tren positif.
Catatan positif tersebut menunjukkan adanya optimisme pada pemulihan ekonomi setelah pandemi.
"Pertumbuhan penerimaan pajak tersebut terjadi sejalan dengan tren kenaikan harga komoditas secara global, dan beberapa kebijakan seperti UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang didalamnya terdapat Program Pengungkapan Sukarela (PPS)," ucapnya.
Baca Juga: Dukung Pemerintah Menuju Indonesia Emas 2045, Kadin Siapkan Formula Ekonomi
Di tahun 2023, pemerintah menargetkan penerimaan pajak mencapai 2.021,2 Triliun yang ditopang ditopang oleh penerimaan pajak sebesar Rp1.718,0 triliun dan kepabeanan dan cukai Rp303,2 triliun.
Agenda perpajakan ke depan diperkirakan akan tetap fokus pada percepatan tax reform bidang SDM, organisasi, proses bisnis dan regulasi. Di bidang regulasi misalnya dengan pengesahan UU HPP dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Annisa memproyeksikan dari sisi proses bisnis, ke depan bisnis digital akan semakin massif sehingga pelayanan administrasi perpajakan harus dapat mengimbangi melalui core tax system.
Baca Juga: Bantu Gerakan Ekonomi Nasional, Erick Minta BUMN Ciptakan Lapangan Kerja
Inovasi layanan pajak ke depan bersandar pada kata kunci untuk suksesi tax reform tersebut dengan upgrade ekosistem digital dengan TI dan SDM serta didukung dengan upaya organisasi yang adaptif dan kolaboratif.
"Di sinilah peran perguruan tinggi menjadi penting dalam melakukan sosialisasi peraturan dan sistem pajak yang terbaru," tutupnya.
Sebagai tambahan informasi, International Monetary Fund atau IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh optimis sebesar 5%.
Sementara Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional berkisar antara 4,5% sampai 5,3%, sedangkan Kementerian Keuangan memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,3%.