bakabar.com, JAKARTA - Tim penasihat hukum mantan Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Mardani H Maming, Abdul Qodir menyebut upaya banding bakal memetakan argumentasi hukum terkait kerugian negara yang dituduhkan KPK terhadap kliennya.
Padahal dalam perkara yang menjerat MHM tak ada keuangan negara yang dirugikan sehingga uang pengganti yang diminta KPK sebagai upaya asset recovery dinilai tak memenuhi rasa keadilan dan prinsip hukum.
"Berdasarkan yurisprudensi tentang Mahkamah Agung, uang pengganti ini syaratnya harus ada kerugian negara, karena konteksnya adalah pengembalian kerugian negara atau asset recovery. Sementara dalam kasus ini sama sekali tidak ada tidak ada sepersen pun kerugian negara," ujar Koordinator Tim Penasihat Hukum MHM, Abdul Qodir kepada bakabar.com, Rabu (22/2).
Baca Juga: Soal TPPU MHM, Pakar Hukum Pidana: Harus Jelas Kerugian Negaranya
Maka, pihaknya mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada MHM yang harus menjalani masa tahanan selama 10 tahun dengan denda sebesar Rp500 juta. MHM juga dibebankan uang pengganti yang mesti dibayar sebesar Rp110 miliar.
Baca Juga: Soal Vonis MHM, Aktivis Kalsel Pertanyakan Independensi KPK-Hakim
"Kami mempelajari putusan pengadilan pada tingkat pertama, dalam pandangan kami perlu ada upaya banding ini untuk meluruskan fakta-fakta hukum, Ini penting supaya kita lakukan supaya Pak Mardani tentu saja bisa mendapatkan keadilan sebagaimana yang diupayakannya" ujar Qodir.
Ia berharap majelis hakim tingkat banding mengungkap kembali alat-alat bukti yang semula tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim di pengadilan tingkat pertama.
Baca Juga: Pengacara MHM: Vonis Hakim Tidak Adil, Tak Sesuai Fakta Persidangan!
"Kita berharap bahwa majelis tingkat banding itu kemudian kembali menilai secara jernih fakta-fakta, karena kita minta fakta yang diluruskan dinilai kembali, fakta-faktanya kemudian mempertimbangkan bukti-bukti yang kita ajukan," jelasnya.
Kemudian, dengan adanya fakta-fakta yang dipertimbangkan oleh majelis hakim, ia berharap bakal muncul putusan yang meringankan hukuman dan merujuk pada asas keadilan berdasarkan fakta hukum.
"Kami yakin kalau dua hal, setidaknya fakta-faktanya itu sudah diluruskan, dan bukti-bukti kami dipertimbangkan, maka putusannya akan berbeda dengan putusan pengadilan pertama," pungkasnya.
Baca Juga: Hakim Pengadil MHM Diminta Objektif, Anang Rosadi: KPK Bukan Institusi Paling Bersih!
Sementara, pakar hukum pidana, Prof Suparji Ahmad menyayangkan vonis 10 tahun dan uang pengganti Rp110 miliar terhadap Mardani H Maming (MHM).
Dosen hukum Universitas Al-Azhar tersebut berkata seharusnya tidak boleh ada satupun pihak yang berhak untuk mengintervensi jaksa KPK sebagai aparat yang independen dalam mendakwa MHM.
"KPK lembaga independen, tidak boleh ada intervensi dari siapapun," ujar Suparji Ahmad, saat dihubungi bakabar.com, Selasa (21/2).
Suparji menyatakan KPK harusnya memberikan alasan logis kepada publik ketika memberikan tuntutan pidana denda. Vonis berupa 10 tahun penjara, dan denda sebesar Rp110 miliar yang dibebankan kepada MHM pun dinilai terlampau berat.